MANAJEMEN
PENGGEMUKAN
(Proses Pembuatan Kompos)

OLEH
:
NAMA : LA RABIA
STAMBUK : L1A1 13 141
KELAS : C
FAKULTAS
PETRNAKAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2016
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu
yang telah ditentukan. Makalah ini disusun sebagai syarat untuk penambahan
nilai dalam Mata kuliah Manajemen Penggemukan.
Makalah ini membahas tentang proses pembuatan kompos dari
sampah dan kotoran ternak dan limbah pertanian. Olehnya itu sangat penting
penulis menyusun makalah ini sebagai acuan dalam belajar manajemen penggemukan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, saran atau kritikan sangat
diharapkan demi perbaikan dalam pembuatan makalah berikutnya. Semoga dengan
hadirnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan khususnya bagi
saya selaku penyusun makalah ini.
Kendari 17 April
2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dan pertumbuhan penduduk
yang pesat di daerah perkotaan mengakibatkan daerah pemukiman semakin luas dan
padat. Peningkatan aktivitas manusia, menyebabkan bertambahnya sampah. Masalah
yang sering dihadapi oleh masyarakat adalah sampah, baik dari limbah pertanian
maupun kotoran ternak yang tidak ditangani secara baik dan mengakibatkan
lingkungan sekitarnya tercemar. Sering kali masyarakat disekitar peternakan
mengeluh karena bau yang menyengat yang berasal dari peternakan maupun sampah
rumah tangga. Kotoran ternak bila dibiarkan begitu saja akan mengalami penyusutan
unsur kimianya. Penyusutan bisa disebabkan oleh penguapan, pencucian oleh air
hujan. Padahal kotoran ternak tersebut dapat diamanfaatkan untuk pembuatan
kompos serta urinenya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik.
Sampah rumah tangga merupakan sisa hasil
kegiatan rumah tangga berupa sisa sayuran (seperti bayam, kangkung, wortel,
kol, dan lain-lain), kertas, karton, daun-daunan. Sampah rumah tangga memiliki
daya racun yang tinggi jika berasal dari sisa aki, baterai, dan obat-obatan.
Namun sebagian besar hanya berasal dari sampah jenis organik. Untuk mengurangi
sampah rumah tangga, pembuatan kompos merupakan salah satu alternatif yang
dapat dilakukan. Selain dapat mengurangi volume sampah dan bermafaat bagi
tanaman, pembuatan kompos dari sampah rumah tangga juga memiliki nilai ekonomis
yang tinggi sebab tidak membutuhkan biaya yang banyak.
Salah satu upaya untuk membantu mengatasi
permasalahan sampah adalah melakukan upaya daur ulang sampah dengan penekanan
pada proses pengkomposan yaitu suatu proses merubah atau memanfaatkan sampah
sebagai bahan baku untuk produksi kompos . Proses pengkomposan menjadi penting
karena 70 – 80% sampah kota merupakan bahan organik yang sebagian besar dapat
dijadikan kompos .
Kompos adalah hasil dekomposisi
bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi
lingkungan yang hangat dan lembab. Sampai saat ini kompos telah digunakan
secara luas selama ratusan tahun dan telah terbukti mampu menangani limbah pertanian
sekaligus berfungsi sebagai pupuk alami.
Kompos memiliki perananan yang sangat penting bagi tanah karena dapat mempertahankan
dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik dan biologis.
Penambahan kompos ke dalam tanah dapat memperbaiki strutur, tekstur, dan lapisan
tanah sehingga akan memperbaiki keadaan aerase, drainase, absorbsi panas, kemampuan
daya serap tanah terhadap air, serta berguna untuk mengendalikan erosi tanah, dan
juga dapat menggantikan unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh
tanaman ketika dipanen atau terbawa aliran air permukaan (erosi).
Di samping kotoran ternak dalam bentuk
padat, urin ternak juga merupakan limbah yang memiliki aroma yang bau dan
menyebabkan masyarakat terganggu kenyamannya, sehingga diperlukan penanganan
limbah tersebut dengan beberapa perlakuan agar kedua limbah tersebut dapat
memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
B. Rumusan Masalah
Untuk meningkatkan kesuburan tanah maka
dapat menggunakan pupuk kompos sebagai bahan yang dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dalam bidang peertanian sehingga perlu diketahui bagaimana
proses pembuatan kompos dan manfaat bagi tanaman.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kompos
Kompos merupakan hasil penguraian dari
campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat oleh populasi berbagai macam
mikroorganisme dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobic. Kompos adalah pupuk yang dihasilkan
dari bahan organic melalui proses pembusukan. Pembuatannya dilakukan
pada suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan. Untuk mempercepat
perombakan dan pematangan serta menambah unsure hara, dapat ditambahkan
campuran kapur dan kotoran ternak (ayam, sapi atau kambing). Kompos dapat
dibuat dengan berbagai macam cara dan komposisi, tetapi yang perlu diutamakan adalah
kemudahan dalam pembuatannya menyesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan bahan
di lokasi setempat.
1. Manfaat Kompos
Kompos
ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Rachman Sutanto (2002) mengemukakan
bahwa dengan pupuk organik sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih
baik. Selain itu Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa
aspek:
Ø Aspek
Ekonomi :
- Menghemat biaya untuk transportasi dan
penimbunan limbah.
- Mengurangi volume/ukuran limbah
- Memiliki nilai jual yang lebih tinggi
dari pada bahan asalnya
Ø Aspek
Lingkungan :
-
Mengurangi polusi udara karena
pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk
akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
- Mengurangi
kebutuhan lahan untuk penimbunan
Ø Aspek
bagi tanah/tanaman:
- Meningkatkan kesuburan tanah
- Memperbaiki struktur dan karakteristik
tanah
- Meningkatkan kapasitas penyerapan air
oleh tanah
- Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
- Meningkatkan kualitas hasil panen
(rasa, nilai gizi, dan jumlah panen).
- Menyediakan hormon dan vitamin bagi
tanaman
- Menekan pertumbuhan/serangan penyakit
tanaman
- Meningkatkan retensi/ketersediaan
hara.
2. Bahan Kompos
Pada prinsipnya semua bahan yang berasal
dari mahluk hidup atau bahan organik dapat dikomposkan, diantaranya:
- Seresah
- Daun-daunan
- Pangkasan rumput
- Ranting
- Sisa kayu dapat dikomposkan.
- Kotoran ternak
- Binatang
- Dll.
3. Prinsip Pembuatan Kompos
a. Menjaga kelembaban (50 – 60 %.)
b. Pembalikan diperlukan agar kompos
tidak kekurangan udara
c. Peneduhan Agar terlindung dari hujan
dan sinar matahari secara langsung
4.
Kelebihan dan Kelemahan Pupuk Kompos
Pupuk organic berupa pupuk kandang atau kompos,
dibandingkan dengan pupuk buatan (anorganik) mempunyai kelebihan antara lain:
a. Memperbaiki
tekstur tanah
b. Meningkatkan
pH tanak
c. Menambah
unsus-unsur makro dan mikro
d. Meningkatkan
keberadan jasad-jasad renik dalam tanah
e. Relative
tidak menimbulkan polusi lingkungan
Sedangkan kelemahannya adalah sebagai
berikut:
a. Jumlah
pupuk yang diberikan lebih tinggi dari pupuk anorganik
b. Respon
tanaman lebih lambat
c. Menjadi
sumber hama dan penyakit bagi tanaman.
5.
Proses Pembuatan Kompos
a.
Persiapan
a) Bahan
-
Sisa tanaman (limbah tanaman) atau
semak.
-
Rumputan. Bahan kompos ini sebaiknya
sudah layu (tidak terlalu basah).
-
Kotoran ternak (ayam, sapi atau kambing)
diusahakan kotoran sudah matang.
-
Kapur pertanian (kaptan).
-
Air untuk menyiram bahan kompos.
b) Alat
-
Cangkul dan sekop untuk mengaduk dan
membalikan kompos.
-
Ember unruk menyiramkan air pada
tumpukan kompos.
-
Atap peneduh untuk melindungi bahan
kompos.
-
Parang untuk merajang untuk memisahkan
batang daun.
-
Karung untuk menyimpan kompos.
c) Tempat/lokasi
pembuatan kopmos
Setelah
bahan-bahan dan peralatan tersedia, lalu siapkan tempat atau lokasi pembuatan
kompos yang letaknya tidak jauh dari lahan usaha agar mudah mengangkut dan
menyebarkan kompos. Tempat pembuatan kompos diberi atap atau peneduh untuk
menjaga kelembaban sehingga proses pengomposan berjalan dengan cepat.
-
Tempat pembuatan kompos berukuran 2×2
meter.
-
Dalam hamparan yang luas disediakan 3-4 tempat
pembuatan kompos.
d) Tahap
pembuatan kompos
-
Sisa tanaman (limbah panen) atau semak
dan rerumputan dirajang dipotong kecil-kecil (25-50 cm), agar proses pembusukan
berlangsung lebih cepat.
-
Potongan-potongan bahan kompos tadi
disusun rapid an ditumpuk setebal 30-50 cm, perciki dengan air.
-
Diatas bahan kompos lalu ditaburkan
kotoran ternak (pupuk kandang) secara merata setebal 5-10 cm.
-
Taburkan kapur pertanian diatas kotoran
ternak secukupnya sehingga merata.
-
Pasang cerobong bamboo tegak lurus
kedalam tumpukan awal terebut.selanjutnya lakukan kembali penumpukan
bahan-bahan yang telah disebutkan diatas secara merata. Demikian seterusnya
sehinnga susunan bahan kompos berlapis-lapis mencapai ketinggian 1,5 meter.
-
Setelah selesai menyusun kemudian
dilakukan penyiraman dengan air secukupnya.
-
Untuk mempercepat pembusukan, sebaiknya
kompos ditutup dengan lembaran kertas (terpal).

Proses pengomposan dapat terjadi dengan
sendirinya di alam dan dapat dipercepat dengan proses pembuatan kompos yang
dikondisikan. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan membuat rumah kompos, dengan
menggali tanah dengan ukuran sekurang-kurangnya 1m x 1m x 1m, ditumpukkan
begitu saja di atas permukaan tanah, dihamparkan di atas permukaan tanah sawah
sebelum pengolahan atau langsung di campur/diaduk dengan tanah sawah. Tentunya
kecepatan dan kualitas kompos akan berbeda dari tiap-tiap cara tersebut,
misalnya cara yang terakhir akan memakan waktu pengkomposan yang lebih lama dan
akan beresiko terjadinya gangguan pertumbuhan padi karena terjadinya proses
fermentasi yang cukup aktif dalam tanah. Bahan kompos bisa saja hanya satu
jenis misalnya hanya menggunakan jerami, namun waktu pembuatan akan menjadi
lebih lama dan komposisi atau kandungan unsur-unsur yang berguna untuk
kesuburan tanah menjadi lebih sedikit/terbatas.
B. Proses Pengomposan
Keberhasilan pembuatan kompos sangat
ditentukan oleh proses yang terjadi selama pengomposan. Proses pengomposan akan
segera berlansung setelah bahan baku kompos dicampur. Proses pengomposan secara
sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap
pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawasenyawa yang
mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan
kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan
pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi
selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba
Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi
dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam
kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2,
uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan
berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos
tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan
akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat
mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.

C. Factor yang Mempengaruhi Proses
Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan
organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila
kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk
mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesua atau tidak
sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan
mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan
keberhasilan proses pengomposan itu sendiri Faktor-faktor yang memperngaruhi
proses pengomposan antara lain:
1.
Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses
pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C
sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N
di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk
sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N
untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
2.
Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara
permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan
kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat.
Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk
meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel
bahan tersebut.
3.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi
dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada
saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara
yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh
posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka
akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi
dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan
kompos.
4.
Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel
di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan
volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan
mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air,
maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
5.
Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat
penting dalam proses metabolism mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh
pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila
bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas
mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban
15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara
berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
6.
Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.
Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin
tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat
pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada
tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 – 60 oC menunjukkan
aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60 oC akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup.
Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan
benihbenih gulma.
7.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada
kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara
6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses
pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan
itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal,
akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase
awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
8.
Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam
proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan.
Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. Lama waktu
pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan activator pengomposan.
Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2
tahun hingga kompos benar-benar matang. Jenis aktivator yang banyak beredar di
pasaran contohnya adalah orgadec, stardec, probion, starbio, EM 4 dll.
D. Tingkat Kematangan Kompos
Stabilitas dan kematangan kompos adalah
beberapa istilah yang sering dipergunakan untuk menentukan kualitas kompos.
Stabil merujuk pada kondisi kompos yang sudah tidak lagi mengalami dekomposisi
dan hara tanaman secara perlahan (slow release) dikeluarkan ke dalam tanah.
Stabilitas sangat penting untuk menentukan potensi ketersediaan hara di dalam
tanah atau media tumbuh lainnya. Kematangan adalah tingkat kesempurnaan proses pengomposan.
Pada kompos yang telah matang, bahan organik mentah telah terdekomposisi membentuk
produk yang stabil.
Untuk mengetahui tingkat kematangan
kompos dapat dilakukan dengan uji dilaboratorium untuk atau pun pengamatan
sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan cara sederhana untuk mengetahui
tingkat kematangan kompos :
1. Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti
tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau
yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan
senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos
masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah
coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip
dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.
3. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos
seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada
karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar
antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses
pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
4. Tes kantong plastik
Contoh kompos diambil dari bagian dalam
tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat,
dan disimpan di dalam suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila
setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah
berarti kompos telah matang.
5. Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak
kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3 – 4 benih). Jumlah
benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di
atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik
bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7 hitung
benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos
dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya
benih yang berkecambah.
6. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati
dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50 oC,
berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif.
E. Pembuatan
PPC Organik Dari Urine Sapi
Terdapat beberapa metode dalam pembuatan
PPC organik diantaranya adalah
Ø Alat
dan Bahan yang dibutuhkan
1. Alat yang digunakan
- Ember 1buah
- Pengaduk 1buah
- Saringan 1buah
- Botol Bekas 5buah
- Bakcer Glass 1buah
- Drum Plastik ibuah
2. Bahan yang digunakan
- Urine Sapi (Bison benasus L) 10Liter
- Lengkuas 2ons
- Kunyit 2ons
- Temu Ireng 2ons
- Jahe 2ons
- Kencur 2ons
- Brotowali 2ons
-Tetes tebu/bibit bakteri 0,5 Liter
3. Pelaksanaan
1. Urine di
tampung dan dimasukkna ke dalam drum plastik
2. Lengkuas,
kunyit, temu ireng, jahe, kencur, brotowali, ditumbuk sampai halus Kemudian dimasukkan
ke dalam drum plastik, maksud penambahan bahanbahan ini untuk menghilangkanbau
urine ternak dan memberikan rasa yang tidak disukai hama
3. Masukkan 1
liter EM4, 4 kg gula/molasses dan 220 liter urin sapi kedalam tong ukuran 250
liter, kemudian diaduk hingga larut
4. Tutup tong
rapat hingga udara tidak dapat masuk, buat pipa pengeluaran gas yang ujungnya
dimasukkan kedalam botol yang berisi air. Biarkan tong selama 15 hari.
Ø Alat
dan Bahan yang dibutuhkan adalah
1. Alat yang digunakan
- Ember 1buah dan penutupnya
- Pengaduk 1buah
- Tangga
- selang
- Saringan 1buah
- Drum Plastik buah
- Aerator
2. Urine sapi 800 liter
- EM4 2 liter atau Bacillus dan
Azotobacter
3. Pelaksanaan
Bahan untuk pembuatan PPC organik
seperti urine ternak diletakkan dibak penampungan, kemudian masukkan fermenter Ruminan
Bacillus, Azotobacter serta urine ternak dengan perbandingan 1 : 1 :
800 . setelah semua dicampur kemudian diaduk dengan menggunakan aerator selama
3-4 jam. Kemudian permukaan bak/ember/drum ditutup dengan penutup dan diamkan
hingga7 hari, pada hari ke 8 urine diputar pompa sehingga terjadi naik dengan
selang dan turun tangga selama 6-7 jam. Kemudian urine bisa diambil dan dikemas
dalam wadah untuk selanjutnya digunakan dan disimpan.
F. Proses Pembuatan Kompos Cair dan
Kompos Padat (Blotong dan Vinasse)
Tiap
berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan dua macam limbah padat, yaitu:
ampas tebu (bagas) dan blotong (filter cake). Ampas tebu merupakan
limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu untuk diambil niranya.
Limbah ini banyak mengandung serat dan gabus. Ampas tebu selain dimanfaatkan
sendiri oleh pabrik sebagai bahan bakar pemasakan nira, juga dimanfaatkan oleh
pabrik kertas sebagai pulp campuran pembuat kertas. Kadangkala masyarakat
sekitar pabrik memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar. Ampas tebu ini
memiliki aroma yang segar dan mudah dikeringkan sehingga tidak menimbulkan bau
busuk.
Limbah
padat yang kedua berupa blotong, merupakan hasil endapan (limbah
pemurnian nira) sebelum dimasak dan dikristalkan menjadi gula pasir. Bentuknya
seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak sedap jika masih basah.
Bila tidak segera kering akan menimbulkan bau busuk yang menyengat. Sekitar
tahun 1980, blotong menjadi masalah yang
serius bagi pabrik gula dan
masyarakat sekitar. Dimusim hujan, tumpukan blotong basah, sehingga
menebarkan bau busuk dan mencemari lingkungan. Pabrik gula memindahkannya dari
lingkungan pabrik ke lahan masyarakat yang disewa. Hal ini untuk mengurangi
tumpukannya yang semakin menggunung dalam lingkungan pabrik. Namun, lama
kelamaan banyak masyarakat yang tidak mau lagi lahannya ditempati blotong
karena baunya yang tidak sedap.
1.
Proses
dasar pembuatan Kompos
Pemanfaatan
limbah perkebunan selain sebagai pupuk organik atau kompos juga dapat sebagai
pupuk cair khususnya yang berasal dari limbah cair kelapa sawit, biasa
diistilahkan sebagai Land Application. Sebelum membuat kompos,
perlulah mengetahui proses dasar pembentukan kompos tersebut, karena dalam
proses pembentukan kompos terjadi perubahan-perubahan sehingga zat-zat yang
semula dalam keadaan terikat akan terurai sehingga dapat diserap oleh akar
tanaman.
a.
Perubahan
Hayati
Di
dalam timbunan limbah organik untuk pembuatan kompos, terjadi aneka perubahan
hayati yang dilakukan oleh jasad-jasad renik. Perubahan hayati yang penting
yaitu sebagai berikut :
- Penguraian hidrat arang, selulosa, hemiselulosa dan lain-lain menjadi CO2 dan air.
- Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2 dan air.
- Penguraian zat putih telur, melalui amidaamida dan asem-asam amino, menjadi amoniak, CO2 dan air
- Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur hara di dalam tubuh
Akibat
perubahan tersebut, berat dan isi bahan kompos menjadi sangat berkurang.
Sebagian besar senyawa zat arang akan hilang, menguap ke udara. Kadar senyawa N
yang larut (amoniak) akan meningkat. Dalam pengomposan, kadar abu dan humus
makin meningkat. Pada perubahan selanjutnya (diakhir pembuatan kompos), akan
diperoleh bahan yang berwarna merah kehitaman. Bahan dengan kondisi semacam ini
sudah siap digunakan sebagai pupuk.
b. Persenyawaan
Mengingat banyak perubahan yang
terjadi dalam timbunan bahan kompos, perlu diperhatikan antara lain :
- Persenyawaan zat arang (C), harus secepat mungkin diubah secara sempurna sehingga diperlukan banyak udara dalam timbunan bahan kompos.
- Persenyawaan zat lemas (gas NH3 atau gas N) sebagian besar harus diubah menjadi persenyawaan amoniak.
- Jika perbandingan C/N-nya kecil, akan banyak amoniak dibebaskan oleh bakteri diupayakan hasil terakhir pengomposan tidak terlalu banyak mengandung bakteri.
- Pengomposan disebut baik jika zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak. Hal ini bisa dilakukan dengan cara denitrifikasi dan pembasuhan nitrat. Disamping itu juga persenyawaan kalium dan fosfor berubah menjadi zat yang mudah diserap tanaman.
- Diperlukan bahan baku kompos yang banyak mengandung lignin.
c. Faktor
Yang Mempengaruhi Pembentukan Kompos
Pada dasarnya pembuatan kompos cukup
sederhana (berbeda dengan pengelolaan limbah cair), dengan menumpuk bahan-bahan
organik maka bahan-bahan tersebut akan menjadi kompos dengan sendirinya, namun
proses tersebut akan berlangsung lama. Mengingat adanya perubahan-perubahan
yang terjadi saat pembentukan kompos maka pembentukan kompos dapat lebih
dipercepat, tentunya dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi
seperti bahan baku, suhu, nitrogen, dan kelembaban.
Ø Bahan Baku
Alam telah menyediakan bahan baku
atau sisasisa/limbah tanaman sedemikian banyaknya, seperti kulit buah kakao dan
kopi, buah semu jambu mete, cangkang kelapa sawit, sabut kelapa dan blotong
tebu bahkan limbah kayu hasil tebangan. Meski hampir semua bahan organik dapat
dimanfaatkan, tetapi beberapa diantaranya tidak boleh digunakan dalam pembuatan
kompos sebab dapat menimbulkan bau busuk dan terkontaminasi bibit penyakit.
Beberapa contoh bahan yang harus dihindari.
- Kotoran hewan piaraan, misalnya anjing dan kucing
- Abu rokok, abu arang dan arang
- Percikan pestisida
- Bahan kimia seperti pestisida dan pupuk
- Sampah bekas sisa-sisa makanan berlemak15
Kecepatan
suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N. Semakin mendekati
C/N tanah maka bahan tersebut akan lebih cepat menjadi kompos. Tanah pertanian
yang baik mengandung perbandingan unsur C dan N yang seimbang. Keseimbangan
yang baik ialah C/N = 10/12 atau C : N = 10 : 12. Bahan-bahan tersebut
harus dikomposkan lebih dahulu sebelum digunakan agar C/N bahan itu menjadi
lebih rendah atau mendekati C/N tanah. Itulah sebabnya bahan-bahan organik
tidak dapat langsung dibenamkan atau ditanam di dalam tanah begitu saja dan
membiarkan terurai sendiri. Alasan lain struktur bahan organik segar sangat
kasar , daya ikatnya terhadap air sangat lemah sehingga bila langsung
dibenamkan di tanah, tanah menjadi sangat berderai.
Hal
ini mungkin baik bagi tanah-tanah berat, tetapi berakibat buruk bagi
tanah-tanah yang ringan, utamanya tanah berpasir. Pembenaman bahan organik
begitu saja ditanah yang kaya udara dan air tidaklah baik karena
penguraian 16 terjadi dengan amat cepat. Akibatnya jumlah CO2 dalam tanah akan
meningkat dengan cepat. Kondisi ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Untuk mempercepat proses pengomposan, struktur bahan organik perlu
diperkecil melalui pencacahan atau pemotongan. Ukuran bahan organik yang ideal
sekitar 4-5 cm. Bahan tersebut dipotong secara manual (pisau atau parang) atau
dapat pula dengan alat pemotong.
Ø Suhu
Menjaga
kestabilan suhu pada suhu ideal (40-50 %) amat penting dalam pembuatan kompos.
Salah satu caranya dengan menimbun bahan sampai ketinggian tertentu, idealnya
1,25 – 2 m. Timbunan yang terlalu rendah akan menyebabkan panas mudah/cepat
menguap. Suhu (panas) yang kurang akan menyebabkan bakteri pengurai tidak bisa
berbiak atau bekerja secara wajar. Dengan demikian, pembuatan kompos akan
berlangsung lama. Sebaliknya, suhu terlalu tinggi bisa membunuh bakteri
pengurai. Kondisi yang kekurangan udara dapat memacu pertumbuhan bakteri
anaerobik (menimbulkan bau tidak enak).
Ø Nitrogen
Nitrogen
adalah zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk tumbuh dan berkembang biak.
Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya terlalu sedikit tidak
menghasilkan panas sehingga pembusukan bahanbahan menjadi terhambat. 17
Ø Kelembaban
Kelembaban di dalam timbunan kompos
mutlak harus dijaga. Kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan volume udara
menjadi berkurang . Makin basah timbunan bahan maka kegiatan mengaduk harus
makin sering dilakukan, sehingga volume udara terjaga stabilitasnya dan
pembiakan bakteri anaerobik bisa dicegah.
Secara menyeluruh, kelembaban
timbunan harus mencapai 40-60% .Panas dan kelembaban dalam timbunan bahan perlu
dikontrol, caranya dengan menusukkan tongkat ke dalam timbunan. Jika tongkat
itu hangat dan basah, serta tidak tercium bau busuk berarti proses pengomposan
telah berjalan baik. Di daerah yang bercuaca kering, timbunan bahan kompos
dapat diairi setiap 4-5 hari sekali, Sebaliknya, di daerah yang banyak curah
hujannya, timbunan kompos harus dijaga agar tidak terlalu becek. Apabila hujan
tak ada hentinya dan amat deras, timbunan perlu ditutup dengan plastik atau
kain terpal untuk menjaga kelembaban, serta harus sering diaduk setiap hari.
§ Tanda-tanda fermentasi telah
berhasil dalam proses pengomposan, antara lain:
- Permukaan irisan limbah menjadi kecoklatan atau kehitam-hitaman
- Tidak berbau, atau sedikit berbau manis/seperti tape.
§ Sedangkan tanda-tanda fermentasi
gagal, antara lain :
- Berbau busuk (apek)
- Warna tidak berubah
- Adanya bintik-bintik kuning/orange pada permukaan limbah
- Muncul lendir
§ Faktor yang menyebabkan kegagalan
fermentasi :
- Aktivasi dilakukan fermentor tidak sesuai dengan prosedur, seperti media kotor, tidak tertutup, formula kurang tepat, dll.
- Penyiraman larutan Aspergillus sp. Tidak merata
- Alas media fermentasi terlalu dingin atau tidak bisa menyerap air
- Bahan tidak tertutup dengan baik saat fermentasi
- Temperatur udara lingkungan terlalu dingin, perlu waktu lebih lama.
2.
Blotong
Sebagai Bahan Kompos Padat
Hasil samping dari limbah pabrik
gula diantaranya adalah blotong atau dikenal dengan sebutan “filter press mud”.
Blotong (filter cake) merupakan limbah padat hasil dari proses produksi
pembuatan gula, dimana dalam suatu proses produksi gula akan dihasilkan blotong
dalam jumlah yang sangat besar. Secara umum bentuk dari blotong berupa serpihan
serat-serat tebu yang mempunyai komposisi humus, N-total, C/N, P2O5, K2O, CaO
dan MgO, cukup baik untuk dijadikan bahan pupuk organik. Blotong dapat
memperbaiki fisik tanah, khususnya meningkatkan kapasitas menahan air,
menurunkan laju pencucian hara dan memperbaiki drainase tanah. Manfaat lain
dari blotong dapat menetralisir pengaruh Aldd , sehingga ketersediaan P dalam
tanah lebih tersedia.
Blotong harus dikomposkan terlebih
dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik tanaman tebu. Pengomposan
merupakan suatu metode untuk mengkonversikan bahan-bahan organik komplek
menjadi bahan yang lebih sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba.
Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan
aerobik adalah dekomposisi bahan organik dengan kehadiran oksigen (udara); produk
utama dari metabolis biologi aerobik adalah karbondioksida, air dan panas.
Pengomposan anaerobik adalah dekomposisi bahan organik dalam kondisi
ketidakhadiran oksigen bebas; produk akhir metabolis anaerobik adalah metana,
karbondioksida, dan senyawa intermediate seperti asam-asam organik dengan berat
molekul rendah.
Pada dasarnya pengomposan adalah
dekomposisi dengan menggunakan aktivitas mikroba; oleh karena itu kecepatan
dekomposisi dan kualitas kompos tergantung pada keadaan dan jenis mikroba yang aktif
selama proses pengomposan. Kondisi optimum bagi aktivitas mikroba perlu
diperhatikan selama proses pengomposan, misalnya aerasi, kelembaban, media
tumbuh dan sumber makanan bagi mikroba.
Kompos dari blotong tersebut umumnya
mengandung hara N, P2O5 dan K2O masing-masing sekitar 1-1.5%, 1.5-2.0%, dan
0.6-1.0%. Kompos ini dapat memperbaiki fisik tanah di areal perkebunan tebu,
khususnya meningkatkan kapasitas menahan air, menurunkan laju pencucian hara,
memperbaiki drainase tanah, dan menetralisir pengaruh A1dd sehingga
ketersediaan P dalam tanah lebih tersedia. Selain itu pemberian ke tanaman tebu
sebanyak 100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat meningkatkan bobot dan
rendemen tebu secara signifikan.
Adanya pemanfaatan blotong ini
diharapkan mampu membantu mengatasi masalah kelangkaan pupuk kimia dan
sekaligus mengatasi masalah pencemaran lingkungan sehingga dapat dijadikan
sebagai salah satu langkah awal menuju zero waste industry dalam industri gula.
Sementara ini pemanfatan blotong, sebagai pupuk organik masih belum maksimal
dan penggunanya pun terbatas. Hal ini disebabkan karena :
1. Pengolahan limbah blotong menjadi
pupuk organik masih bisa dikatakan hanya asal-asalan, masih belum ditangani
dengan menggunakan satu proses yang baik dan benar sehingga pupuk organik yang
dihasilkan, masih belum sempurna.
2. Minimnya pengetahuan petani akan
manfaat penggunaan pupuk organik dari bahan blotong.
3. Proses pembuatan kompos dari blotong
Pembuatan kompos dilakukan dengan
pencampuran bahan baku asal limbah pabrik gula, antara lain ; serasah, blotong
dan abu ketel, serta menambahkan bahan aktivator berupa mikroorganisme, yang
terdiri dari ; campuran bakteri, fungi, aktinomisetes, kotoran ayam dan kotoran
sapi. Proses pengolahan ini dilakukan secara biologis karena memanfaatkan
mikroorganisme sebagai agen pengurai limbah. Pembuatan blotong untuk pupuk
organik telah banyak dilakukan oleh pabrik gula. Pada proses pembuatannya
diperlukan kotoran ternak, bioaktovator dan zeolit. Penggunaan bioaktivator ini
akan menghasilkan kompos yang lebih kaya akan unsur hara (N, P dan K) sehingga
dapat memperngaruhi produktivitas tanaman. Pada tahapan proses
pengomposan, pada minggu pertama dilakukan pembalikan pada tumpukan blotong,
kemudian pada minggu ke-2 dilakukan pembalikan, sampai minggu ke-3. Diaduk
dengan pengaduk atau aerator selama 3-4 jam setiap pembalikan.
Proses pengomposan harus dikontrol
oleh suhu dan kelembaban yang tepat karena apabila tidak sesuai, maka proses
pengomposan menjadi tidak sempurna. Setelah pengomposan, kompos blotong menjadi
lebih kering dan setelah itu dilakukan pengayakan.
Contoh Prosedur pembuatan pupuk kompos adalah sebagai
berikut:
Bahan pupuk terdiri dari tumpukan berisi 60 kg serasah, 300
kg blotong , dan 100 kg abu ketel. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam
cetakan berbentuk kotak dengan ukuran bawah 1,5 x 1,5 m; ukuran atas 1 m x 1 m
serta tinggi 1,25 m. Sebelum dicetak, daun tebu dipotong-potong sehingga
panjangnya kurang dari 5 cm. Semua bahan dicampur rata, kemudian ditambah 5 kg TSP
dan 10 kg Urea. Untuk menjaga kelembaban dilakukan penambahan air.
Pemberian aktivator pada setiap
tumpukan masing-masing sebanyak 10 kg campuran mikroorganisme selulolitik,yaitu
5 kg fungi; 2,5 kg bakteri dan 2,5 kg aktinomisetes. Aktivator ditabur bersamaan
dengan saat memasukkan bahan kompos ke dalam cetakan. Setelah tercetak,
kemudian di setiap tumpukan diberi lubang aerasi pada masing-masing sisi dan
bagian atas tumpukan dengan cara menusukkan sebatang bambu.
Pembalikan tumpukan kompos dilakukan
dua minggu sekali. Hal ini dimaksudkan untuk membantu memperlancar sirkulasi
udara ke bagian tengah kompos, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan
mikroorganisme selulolitik. Setiap dua minggu dengan menganalisa nisbah C/N dan
pH sampai diperoleh nisbah C/N sekitar 12-20 dan pH mendekati netral.
Limbah pabrik gula berupa blotong juga dapat dijadikan pupuk
organik dengan cara mencampurkannya dengan limbah pabrik etanol berupa vinace
dan ditambah sejumlah mikroba. Seorang peneliti pupuk mengungkapkan, kandungan
unsur karbon (C) dan Nitrogen (N) pupuk ini mencapai 12 persen. Sementara tanah
yang sehat punya kandungan unsur C dan N antara 10-15 persen. Mikroba yang ada
di pupuk ini antara lain Celulotic bacteria, Pseudomonas, Bacyllus, dan
Lactobacyllus. Dikatakan pula bahwa bakteri itu ada yang berfungsi melarutkan
fosfat. Seperti diketahui, fosfat jika dipakai untuk pupuk harus dalam keadaan
terlarut, dan yang melarutkan itu mikroba. Pupuk organik ini mampu memperbaiki
tekstur dan mampu menyehatkan tanah kritis akibat pupuk kimia (anorganik).
Pupuk kompos yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan kembali untuk perkebunan tebu. Pemberian kompos yang berasal dari
limbah industri gula ini telah dicoba pada tanaman tebu di berbagai wilayah
pabrik gula di Indonesia. Secara umum kompos dapat meningkatkan produksi dan
produktivitas gula. Pemberian kompos blotong dan kompos ampas pada lahan tebu
di pabrik gula Cintamanis Palembang, masing-masing dengan takaran 30 ton/ha
mampu meningkatkan bobot tebu. Bobot tebu yang diberikan pupuk kompos ini pada
tanaman pertama, berturut-turut lebih tinggi 26,5 dan 8,1 ton/ha dibandingkan
dengan kontrol.
4. Vinasse Sebagai Bahan Kompos Cair
Vinasse merupakan limbah cair yang
dihasilkan dari proses pembuatan Ethanol. Dalam proses pembuatan 1 liter
Ethanol akan dihasilkan limbah (Vinasse) sebanyak 3 liter ( 1 : 3) , dari angka
perbandingan diatas maka semakin banyak Ethanol yang diproduksi akan semakin
banyak pula limbah yang dihasilkannya. Jika limbah ini tidak tertangani dengan
baik maka di kemudian hari, limbah ini akan menjadi masalah yang berdampak
tidak baik bagi lingkungan.
Salah satu cara pemanfaatan limbah
ini yaitu dengan merubah Vinasse menjadi pupuk organik cair dengan menggunakan
metode tertentu. Hal ini mungkin dilakukan karena kandungan unsur kimia dalam
Vinasse sebagian besar merupakan unsur yang berguna dan dibutuhkan bagi
pertumbuhan tanaman.
Di Indonesia penggunaan pupuk
organik sangat minim dilakukan oleh petani, hal ini dikarenakan sedikitnya
produsen pupuk organik, dan minimnya pengetahuan petani tentang manfaat
penggunaan pupuk organik. Dengan adanya hal tersebut diatas maka akan tepat
jika limbah yang sedemikian besar tadi dimanfaatkan menjadi pupuk organik.
Tabel :1 bahan pembuatan kompos
Asal
|
Bahan
|
1. Pertanian
|
|
Limbah dan residu tanaman
|
Jerami dan sekam padi, gulma, batang
dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut
kelapa
|
Limbah & residu ternak
|
Kotoran padat, limbah ternak cair,
limbah pakan ternak, cairan biogas
|
Tanaman air
|
Azola, ganggang biru, enceng gondok,
gulma air
|
2. Industri
|
|
Limbah padat
|
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas,
ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan
hewan
|
Limbah cair
|
Alkohol, limbah pengolahan kertas,
limbah pengolahan minyak kelapa sawit
|
3. Rumah tangga
|
|
Sampah
|
Sampah (padat) rumah tangga dan sampah
kota rumah tangga
|
Limbah padat dan cair
|
Limbah rumah tangga: Tinja, urin,
|
4. Pasar
|
|
Sampah
|
Sampah (padat) pasar tradisional dan
modern
|
Limbah padat dan cair
|
Limbah Pasar; Tinja dan urin
|
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pemanfaatan
kotoran adalah salah satu upaya yang dapat meminimalisir pencemaran kotoran
baik dari kotoran sampah, kotoran ternak dan lain sebagainya.
2. Kompos
adalah hasil dekomposisi bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan yang hangat dan lembab.
3. Proses
pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik
(tidak ada oksigen).
B. Saran
Kompos sangat berperan penting dalam
menyuburkan tanaman baik menjaga kesuburan tanah, juga memperbanyak unsure hara
tanah. Maka dari itu pemanfaatan kotoran rumah tangga, limbah pertanian, dan
kotoran ternak harus sebaik mungkin dimanfaatkan agar tidak menimbulkan
pemicuan atau dampak yang menimbulkan aroma yang tak sedap dikalangan
masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Affandi. 2008.
Pemanfaatan urine Sapi yang Difermentasi sebagai Nutrisi Tanaman.
(online),(http://affandi21.xanga.com/644038359/pemanfaatan-urine-sapi
yang difermentasisebagai-nutrisi-tanaman/, 20 Januari 2010).
Djaja W. 2008. Langkah jitu membuat kompos dari kotoran ternak dan
sampah.
Dohong, A. 2003. Pemanfaatan lahan gambut untuk kegiatan
pertanian holtikultural: Belajar dari
pengalaman petani Desa Kalmpangan, Kalimantan Teangah. Warta Konservasi
Lahan Basah Vol II no 2 April 2003. Wetlands International- Indonesia
Programme.
Indriani. Y.H. 2003.
Membuat Kompos Secara Kilat. PT Penebar Swadaya, anggota IKAPI. Jakarta 62
halaman.
Krisno A. 2011.
Peranan mikroorganisme pada fermentasi pembuatan pupuk kandang dari urine
sapi.http:// aguskrisno in Uncategorized. Leave
a Comment (20 Desember 2011).
Santoso, H.B. 1998. Pupuk kompos dari sampah rumaah tangga. Kanisius
Jakarta.
Sibuea, L.H., Prastowo K.,
Moersidi S., dan Edi Santoso. 1993. Penambahan
pupuk untuk mempercepat pembuatan kompos dari bahan sampah pasar. Prosiding
Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar