Jumat, 25 November 2016

PROSES PEMBUATAN KOMPOS



MANAJEMEN PENGGEMUKAN
(Proses Pembuatan Kompos)





OLEH :

                                               NAMA               :  LA RABIA
                                               STAMBUK        :  L1A1 13 141
                                               KELAS              :  C












FAKULTAS PETRNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
KATA PENGANTAR
            Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini disusun sebagai syarat untuk penambahan nilai dalam Mata kuliah Manajemen Penggemukan.
            Makalah ini membahas tentang proses pembuatan kompos dari sampah dan kotoran ternak dan limbah pertanian. Olehnya itu sangat penting penulis menyusun makalah ini sebagai acuan dalam belajar manajemen penggemukan.
            Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, saran atau kritikan sangat diharapkan demi perbaikan dalam pembuatan makalah berikutnya. Semoga dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan khususnya bagi saya selaku penyusun makalah ini.






                                                                                           Kendari 17 April 2016

                                                                                        
                                                                                                       Penulis







BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang pesat di daerah perkotaan mengakibatkan daerah pemukiman semakin luas dan padat. Peningkatan aktivitas manusia, menyebabkan bertambahnya sampah. Masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat adalah sampah, baik dari limbah pertanian maupun kotoran ternak yang tidak ditangani secara baik dan mengakibatkan lingkungan sekitarnya tercemar. Sering kali masyarakat disekitar peternakan mengeluh karena bau yang menyengat yang berasal dari peternakan maupun sampah rumah tangga. Kotoran ternak bila dibiarkan begitu saja akan mengalami penyusutan unsur kimianya. Penyusutan bisa disebabkan oleh penguapan, pencucian oleh air hujan. Padahal kotoran ternak tersebut dapat diamanfaatkan untuk pembuatan kompos serta urinenya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik.
Sampah rumah tangga merupakan sisa hasil kegiatan rumah tangga berupa sisa sayuran (seperti bayam, kangkung, wortel, kol, dan lain-lain), kertas, karton, daun-daunan. Sampah rumah tangga memiliki daya racun yang tinggi jika berasal dari sisa aki, baterai, dan obat-obatan. Namun sebagian besar hanya berasal dari sampah jenis organik. Untuk mengurangi sampah rumah tangga, pembuatan kompos merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Selain dapat mengurangi volume sampah dan bermafaat bagi tanaman, pembuatan kompos dari sampah rumah tangga juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi sebab tidak membutuhkan biaya yang banyak.
Salah satu upaya untuk membantu mengatasi permasalahan sampah adalah melakukan upaya daur ulang sampah dengan penekanan pada proses pengkomposan yaitu suatu proses merubah atau memanfaatkan sampah sebagai bahan baku untuk produksi kompos . Proses pengkomposan menjadi penting karena 70 – 80% sampah kota merupakan bahan organik yang sebagian besar dapat dijadikan kompos .
Kompos adalah hasil dekomposisi bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat dan lembab. Sampai saat ini kompos telah digunakan secara luas selama ratusan tahun dan telah terbukti mampu menangani limbah pertanian sekaligus berfungsi sebagai pupuk alami.  Kompos memiliki perananan yang sangat penting bagi tanah karena dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik dan biologis. Penambahan kompos ke dalam tanah dapat memperbaiki strutur, tekstur, dan lapisan tanah sehingga akan memperbaiki keadaan aerase, drainase, absorbsi panas, kemampuan daya serap tanah terhadap air, serta berguna untuk mengendalikan erosi tanah, dan juga dapat menggantikan unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh tanaman ketika dipanen atau terbawa aliran air permukaan (erosi).
Di samping kotoran ternak dalam bentuk padat, urin ternak juga merupakan limbah yang memiliki aroma yang bau dan menyebabkan masyarakat terganggu kenyamannya, sehingga diperlukan penanganan limbah tersebut dengan beberapa perlakuan agar kedua limbah tersebut dapat memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

B.  Rumusan Masalah
Untuk meningkatkan kesuburan tanah maka dapat menggunakan pupuk kompos sebagai bahan yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dalam bidang peertanian sehingga perlu diketahui bagaimana proses pembuatan kompos dan manfaat bagi tanaman.




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Kompos
Kompos merupakan hasil penguraian dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat oleh populasi berbagai macam mikroorganisme dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobic. Kompos adalah pupuk yang dihasilkan  dari bahan organic melalui proses pembusukan. Pembuatannya dilakukan pada suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan. Untuk mempercepat perombakan dan pematangan serta menambah unsure hara, dapat ditambahkan campuran kapur dan kotoran ternak (ayam, sapi atau kambing). Kompos dapat dibuat dengan berbagai macam cara dan komposisi, tetapi yang perlu diutamakan adalah kemudahan dalam pembuatannya menyesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan bahan di lokasi setempat.

1.    Manfaat Kompos
Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Rachman Sutanto (2002) mengemukakan bahwa dengan pupuk organik sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Selain itu Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Ø Aspek Ekonomi :
- Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah.
- Mengurangi volume/ukuran limbah
- Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Ø Aspek Lingkungan :
-  Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
- Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Ø Aspek bagi tanah/tanaman:
- Meningkatkan kesuburan tanah
- Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
- Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
- Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
- Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen).
- Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
- Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
- Meningkatkan retensi/ketersediaan hara.

2. Bahan Kompos
Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari mahluk hidup atau bahan organik dapat dikomposkan, diantaranya:
- Seresah
- Daun-daunan
- Pangkasan rumput
- Ranting
- Sisa kayu dapat dikomposkan.
- Kotoran ternak
- Binatang
- Dll.

3. Prinsip Pembuatan Kompos
a. Menjaga kelembaban (50 – 60 %.)
b. Pembalikan diperlukan agar kompos tidak kekurangan udara
c. Peneduhan Agar terlindung dari hujan dan sinar matahari secara langsung


4. Kelebihan dan Kelemahan Pupuk Kompos
Pupuk organic berupa pupuk kandang atau kompos, dibandingkan dengan pupuk buatan (anorganik) mempunyai kelebihan antara lain:
a.       Memperbaiki tekstur tanah
b.      Meningkatkan pH tanak
c.       Menambah unsus-unsur makro dan mikro
d.      Meningkatkan keberadan jasad-jasad renik dalam tanah
e.       Relative tidak menimbulkan polusi lingkungan
Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut:
a.       Jumlah pupuk yang diberikan lebih tinggi dari pupuk anorganik
b.      Respon tanaman lebih lambat
c.       Menjadi sumber hama dan penyakit bagi tanaman.

5. Proses Pembuatan Kompos
a. Persiapan
a)      Bahan
-       Sisa tanaman (limbah tanaman) atau semak.
-       Rumputan. Bahan kompos ini sebaiknya sudah layu (tidak terlalu basah).
-       Kotoran ternak (ayam, sapi atau kambing) diusahakan kotoran sudah matang.
-       Kapur pertanian (kaptan).
-       Air untuk menyiram bahan kompos.
b)      Alat
-          Cangkul dan sekop untuk mengaduk dan membalikan kompos.
-          Ember unruk menyiramkan air pada tumpukan kompos.
-          Atap peneduh untuk melindungi bahan kompos.
-          Parang untuk merajang untuk memisahkan batang daun.
-          Karung untuk menyimpan kompos.
c)      Tempat/lokasi pembuatan kopmos
Setelah bahan-bahan dan peralatan tersedia, lalu siapkan tempat atau lokasi pembuatan kompos yang letaknya tidak jauh dari lahan usaha agar mudah mengangkut dan menyebarkan kompos. Tempat pembuatan kompos diberi atap atau peneduh untuk menjaga kelembaban sehingga proses pengomposan berjalan dengan cepat.
-       Tempat pembuatan kompos berukuran 2×2 meter.
-       Dalam hamparan yang luas disediakan 3-4 tempat pembuatan kompos.
d)     Tahap pembuatan kompos
-       Sisa tanaman (limbah panen) atau semak dan rerumputan dirajang dipotong kecil-kecil (25-50 cm), agar proses pembusukan berlangsung lebih cepat.
-       Potongan-potongan bahan kompos tadi disusun rapid an ditumpuk setebal 30-50 cm, perciki dengan air.
-       Diatas bahan kompos lalu ditaburkan kotoran ternak (pupuk kandang) secara merata setebal 5-10 cm.
-       Taburkan kapur pertanian diatas kotoran ternak secukupnya sehingga merata.
-       Pasang cerobong bamboo tegak lurus kedalam tumpukan awal terebut.selanjutnya lakukan kembali penumpukan bahan-bahan yang telah disebutkan diatas secara merata. Demikian seterusnya sehinnga susunan bahan kompos berlapis-lapis mencapai ketinggian 1,5 meter.
-       Setelah selesai menyusun kemudian dilakukan penyiraman dengan air secukupnya.
-       Untuk mempercepat pembusukan, sebaiknya kompos ditutup dengan lembaran kertas (terpal).




Secara umum bahan organik untuk pembuatan kompos yang berasal dari kayu kandungan carbonnya tinggi. Daun kering, jerami, sisa panen jagung, serbuk gergaji juga merupakan sumber yang baik untuk carbon yang bisa juga disebut sebagai ‘coklatan’. Potongan rumput (lebih hijau lebih baik) adalah sumber yang baik untuk nitrogen. Sumber nitrogen lainnya adalah daun-daunan segar, sampah dapur dan kotoran hewan (sapi, kambing, kelinci, unggas) yang bisa juga disebut sebagai ‘hijauan’. Bila menggunakan sampah dapur harus dihindari lemak, minyak, daging dan tulang supaya tidak menarik hama seperti kecoa dan tikus. Mencacah bahan-bahan ini sebelum dikomposkan akan meningkatkan luas permukaan dan menjadikan proses pengomposan lebih mudah bagi mikroba sehingga akan mempercepat penguraian bahan organik. Pengecilan ukuran ini seperti halnya sebuah balok es yang akan meleleh dengan lambat bila ukurannya besar tetapi akan meleleh dengan sangat cepat bila sebelumnya dipecah menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil.
Proses pengomposan dapat terjadi dengan sendirinya di alam dan dapat dipercepat dengan proses pembuatan kompos yang dikondisikan. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan membuat rumah kompos, dengan menggali tanah dengan ukuran sekurang-kurangnya 1m x 1m x 1m, ditumpukkan begitu saja di atas permukaan tanah, dihamparkan di atas permukaan tanah sawah sebelum pengolahan atau langsung di campur/diaduk dengan tanah sawah. Tentunya kecepatan dan kualitas kompos akan berbeda dari tiap-tiap cara tersebut, misalnya cara yang terakhir akan memakan waktu pengkomposan yang lebih lama dan akan beresiko terjadinya gangguan pertumbuhan padi karena terjadinya proses fermentasi yang cukup aktif dalam tanah. Bahan kompos bisa saja hanya satu jenis misalnya hanya menggunakan jerami, namun waktu pembuatan akan menjadi lebih lama dan komposisi atau kandungan unsur-unsur yang berguna untuk kesuburan tanah menjadi lebih sedikit/terbatas.
B.  Proses Pengomposan
Keberhasilan pembuatan kompos sangat ditentukan oleh proses yang terjadi selama pengomposan. Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan baku kompos dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawasenyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap.

C.  Factor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesua atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:

1.    Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

2.    Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.




3.    Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

4.    Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.

5.    Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolism mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.


6.    Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 – 60 oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60 oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benihbenih gulma.

7.    pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

8.    Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan activator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang. Jenis aktivator yang banyak beredar di pasaran contohnya adalah orgadec, stardec, probion, starbio, EM 4 dll.

D.  Tingkat Kematangan Kompos
Stabilitas dan kematangan kompos adalah beberapa istilah yang sering dipergunakan untuk menentukan kualitas kompos. Stabil merujuk pada kondisi kompos yang sudah tidak lagi mengalami dekomposisi dan hara tanaman secara perlahan (slow release) dikeluarkan ke dalam tanah. Stabilitas sangat penting untuk menentukan potensi ketersediaan hara di dalam tanah atau media tumbuh lainnya. Kematangan adalah tingkat kesempurnaan proses pengomposan. Pada kompos yang telah matang, bahan organik mentah telah terdekomposisi membentuk produk yang stabil.
Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji dilaboratorium untuk atau pun pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :

1. Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.

2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.

3. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.

4. Tes kantong plastik
Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan disimpan di dalam suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah berarti kompos telah matang.

5. Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3 – 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.

6. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50 oC, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif.

E.  Pembuatan PPC Organik Dari Urine Sapi
Terdapat beberapa metode dalam pembuatan PPC organik diantaranya adalah
Ø Alat dan Bahan yang dibutuhkan
1. Alat yang digunakan
- Ember 1buah
- Pengaduk 1buah
- Saringan 1buah
- Botol Bekas 5buah
- Bakcer Glass 1buah
- Drum Plastik ibuah
2. Bahan yang digunakan
- Urine Sapi (Bison benasus L) 10Liter
- Lengkuas 2ons
- Kunyit 2ons
- Temu Ireng 2ons
- Jahe 2ons
- Kencur 2ons
- Brotowali 2ons
-Tetes tebu/bibit bakteri 0,5 Liter
3. Pelaksanaan
1. Urine di tampung dan dimasukkna ke dalam drum plastik
2. Lengkuas, kunyit, temu ireng, jahe, kencur, brotowali, ditumbuk sampai halus Kemudian dimasukkan ke dalam drum plastik, maksud penambahan bahanbahan ini untuk menghilangkanbau urine ternak dan memberikan rasa yang tidak disukai hama
3. Masukkan 1 liter EM4, 4 kg gula/molasses dan 220 liter urin sapi kedalam tong ukuran 250 liter, kemudian diaduk hingga larut
4. Tutup tong rapat hingga udara tidak dapat masuk, buat pipa pengeluaran gas yang ujungnya dimasukkan kedalam botol yang berisi air. Biarkan tong selama 15 hari.
Ø Alat dan Bahan yang dibutuhkan adalah
1. Alat yang digunakan
- Ember 1buah dan penutupnya
- Pengaduk 1buah
- Tangga
- selang
- Saringan 1buah
- Drum Plastik buah
- Aerator
2. Urine sapi 800 liter
- EM4 2 liter atau Bacillus dan Azotobacter
3. Pelaksanaan
Bahan untuk pembuatan PPC organik seperti urine ternak diletakkan dibak penampungan, kemudian masukkan fermenter Ruminan Bacillus, Azotobacter serta urine ternak dengan perbandingan 1 : 1 : 800 . setelah semua dicampur kemudian diaduk dengan menggunakan aerator selama 3-4 jam. Kemudian permukaan bak/ember/drum ditutup dengan penutup dan diamkan hingga7 hari, pada hari ke 8 urine diputar pompa sehingga terjadi naik dengan selang dan turun tangga selama 6-7 jam. Kemudian urine bisa diambil dan dikemas dalam wadah untuk selanjutnya digunakan dan disimpan.


F.     Proses Pembuatan Kompos Cair dan Kompos Padat (Blotong dan Vinasse)
Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan dua macam limbah padat, yaitu: ampas tebu (bagas) dan  blotong  (filter cake). Ampas tebu merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu untuk diambil niranya. Limbah ini banyak mengandung serat dan gabus. Ampas tebu selain dimanfaatkan sendiri oleh pabrik sebagai bahan bakar pemasakan nira, juga dimanfaatkan oleh pabrik kertas sebagai  pulp  campuran pembuat kertas. Kadangkala masyarakat sekitar pabrik memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar. Ampas tebu ini memiliki aroma yang segar dan mudah dikeringkan sehingga tidak menimbulkan bau busuk.
Limbah padat yang kedua berupa  blotong, merupakan hasil endapan (limbah pemurnian nira) sebelum dimasak dan dikristalkan menjadi gula pasir. Bentuknya seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak sedap jika masih basah. Bila tidak segera kering akan menimbulkan bau busuk yang menyengat. Sekitar tahun 1980,  blotong menjadi masalah yang serius bagi pabrik gula dan masyarakat sekitar. Dimusim hujan, tumpukan  blotong  basah, sehingga menebarkan bau busuk dan mencemari lingkungan. Pabrik gula memindahkannya dari lingkungan pabrik ke lahan masyarakat yang disewa. Hal ini untuk mengurangi tumpukannya yang semakin menggunung dalam lingkungan pabrik. Namun, lama kelamaan banyak masyarakat yang tidak mau lagi lahannya ditempati blotong  karena baunya yang tidak sedap.


1.    Proses dasar pembuatan Kompos
Pemanfaatan limbah perkebunan selain sebagai pupuk organik atau kompos juga dapat sebagai pupuk cair khususnya yang berasal dari limbah cair kelapa sawit, biasa diistilahkan sebagai  Land Application. Sebelum  membuat kompos, perlulah mengetahui proses dasar pembentukan kompos tersebut, karena dalam proses pembentukan kompos terjadi perubahan-perubahan sehingga zat-zat yang semula dalam keadaan terikat akan terurai sehingga dapat diserap oleh akar tanaman.
a.    Perubahan Hayati
Di dalam timbunan limbah organik untuk pembuatan kompos, terjadi aneka perubahan hayati yang dilakukan oleh jasad-jasad renik. Perubahan hayati yang penting yaitu sebagai berikut :
  • Penguraian hidrat arang, selulosa, hemiselulosa dan lain-lain menjadi CO2 dan air.
  • Penguraian zat lemak dan lilin  menjadi CO2 dan air.
  • Penguraian zat putih telur, melalui  amidaamida dan asem-asam amino, menjadi amoniak, CO2 dan air
  • Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur hara di dalam tubuh
Akibat perubahan tersebut, berat dan isi bahan kompos menjadi sangat berkurang. Sebagian besar senyawa zat arang akan hilang, menguap ke udara. Kadar senyawa N yang larut (amoniak) akan meningkat. Dalam pengomposan, kadar abu dan humus makin meningkat. Pada perubahan selanjutnya (diakhir pembuatan kompos), akan diperoleh bahan yang berwarna merah kehitaman. Bahan dengan kondisi semacam ini sudah siap digunakan sebagai pupuk.

b.    Persenyawaan
Mengingat banyak perubahan yang terjadi dalam timbunan bahan kompos, perlu diperhatikan antara lain :
  • Persenyawaan zat arang (C), harus secepat mungkin diubah secara sempurna sehingga diperlukan banyak udara dalam timbunan bahan kompos.
  • Persenyawaan zat lemas (gas NH3 atau gas N) sebagian besar harus diubah menjadi persenyawaan amoniak.
  • Jika perbandingan C/N-nya kecil, akan banyak amoniak dibebaskan oleh bakteri diupayakan hasil terakhir pengomposan tidak terlalu banyak mengandung bakteri.
  • Pengomposan disebut baik jika zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak. Hal ini bisa dilakukan dengan cara denitrifikasi dan pembasuhan nitrat. Disamping itu juga persenyawaan kalium dan fosfor berubah menjadi zat yang mudah diserap tanaman.
  • Diperlukan bahan baku kompos yang banyak mengandung lignin.
c.    Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Kompos
Pada dasarnya pembuatan kompos cukup sederhana (berbeda dengan pengelolaan limbah cair), dengan menumpuk bahan-bahan organik maka bahan-bahan tersebut akan menjadi kompos dengan sendirinya, namun proses tersebut akan berlangsung lama. Mengingat adanya perubahan-perubahan yang terjadi saat pembentukan kompos maka pembentukan kompos dapat lebih dipercepat, tentunya dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi seperti bahan baku, suhu, nitrogen, dan kelembaban.
Ø Bahan Baku
Alam telah menyediakan bahan baku atau sisasisa/limbah tanaman sedemikian banyaknya, seperti kulit buah kakao dan kopi, buah semu jambu mete, cangkang kelapa sawit, sabut kelapa dan blotong tebu bahkan limbah kayu hasil tebangan. Meski hampir semua bahan organik dapat dimanfaatkan, tetapi beberapa diantaranya tidak boleh digunakan dalam pembuatan kompos sebab dapat menimbulkan bau busuk dan terkontaminasi bibit penyakit. Beberapa contoh bahan yang harus dihindari.
  • Kotoran hewan piaraan, misalnya anjing dan kucing
  • Abu rokok, abu arang dan arang
  • Percikan pestisida
  • Bahan kimia seperti pestisida dan pupuk
  • Sampah bekas sisa-sisa makanan berlemak15
Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N. Semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan lebih cepat menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik mengandung perbandingan unsur C dan N yang seimbang. Keseimbangan yang baik ialah C/N = 10/12 atau C : N = 10 : 12. Bahan-bahan tersebut  harus dikomposkan lebih dahulu sebelum digunakan agar C/N bahan itu menjadi lebih rendah atau mendekati C/N tanah. Itulah sebabnya bahan-bahan organik tidak dapat langsung dibenamkan atau ditanam di dalam tanah begitu saja dan membiarkan terurai sendiri. Alasan lain struktur bahan organik segar sangat kasar , daya ikatnya terhadap air sangat lemah sehingga bila langsung dibenamkan di tanah, tanah menjadi sangat berderai.
Hal ini mungkin baik bagi tanah-tanah berat, tetapi berakibat buruk bagi tanah-tanah yang ringan, utamanya tanah berpasir. Pembenaman bahan organik begitu saja ditanah yang kaya udara  dan air tidaklah baik karena penguraian 16 terjadi dengan amat cepat. Akibatnya jumlah CO2 dalam tanah akan meningkat dengan cepat.  Kondisi ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Untuk mempercepat proses pengomposan, struktur bahan organik perlu diperkecil melalui pencacahan atau pemotongan. Ukuran bahan organik yang ideal sekitar 4-5 cm. Bahan tersebut dipotong secara manual (pisau atau parang) atau dapat pula dengan alat pemotong.
Ø Suhu
Menjaga kestabilan suhu pada suhu ideal (40-50 %) amat penting dalam pembuatan kompos. Salah satu caranya dengan menimbun bahan sampai ketinggian tertentu, idealnya 1,25 – 2 m. Timbunan yang terlalu rendah akan menyebabkan panas mudah/cepat menguap. Suhu (panas) yang kurang akan menyebabkan bakteri pengurai tidak bisa berbiak atau bekerja secara wajar. Dengan demikian, pembuatan kompos akan berlangsung lama. Sebaliknya, suhu terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai. Kondisi yang kekurangan udara dapat memacu pertumbuhan bakteri anaerobik (menimbulkan bau tidak enak).
Ø Nitrogen
Nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk tumbuh dan berkembang biak. Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya terlalu sedikit tidak menghasilkan panas sehingga pembusukan bahanbahan menjadi terhambat. 17
Ø Kelembaban
Kelembaban di dalam timbunan kompos mutlak harus dijaga. Kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan volume udara menjadi berkurang . Makin basah timbunan bahan maka kegiatan mengaduk harus makin sering dilakukan, sehingga volume udara terjaga stabilitasnya dan pembiakan bakteri anaerobik bisa dicegah.
Secara menyeluruh, kelembaban timbunan harus mencapai 40-60% .Panas dan kelembaban dalam timbunan bahan perlu dikontrol, caranya dengan menusukkan tongkat ke dalam timbunan. Jika tongkat itu hangat dan basah, serta tidak tercium bau busuk berarti proses pengomposan telah berjalan baik. Di daerah yang bercuaca kering, timbunan bahan kompos dapat diairi setiap 4-5 hari sekali, Sebaliknya, di daerah yang banyak curah hujannya, timbunan kompos harus dijaga agar tidak terlalu becek. Apabila hujan tak ada hentinya dan amat deras, timbunan perlu ditutup dengan plastik atau kain terpal untuk menjaga kelembaban, serta harus sering diaduk setiap hari.
§  Tanda-tanda fermentasi telah berhasil dalam proses pengomposan, antara lain:
  1. Permukaan irisan limbah menjadi kecoklatan atau kehitam-hitaman
  2. Tidak berbau, atau sedikit berbau manis/seperti tape.
§  Sedangkan tanda-tanda fermentasi gagal, antara lain :
  1. Berbau busuk (apek)
  2. Warna tidak berubah
  3. Adanya bintik-bintik kuning/orange pada permukaan limbah
  4. Muncul lendir
§  Faktor yang menyebabkan kegagalan fermentasi :
  1. Aktivasi dilakukan fermentor tidak sesuai dengan prosedur, seperti media kotor, tidak tertutup, formula kurang tepat, dll.
  2. Penyiraman larutan Aspergillus sp. Tidak merata
  3. Alas media fermentasi terlalu dingin atau tidak bisa menyerap air
  4. Bahan tidak tertutup dengan baik saat fermentasi
  5. Temperatur udara lingkungan terlalu dingin, perlu waktu lebih lama.
2.    Blotong Sebagai Bahan Kompos Padat
Hasil samping dari limbah pabrik gula diantaranya adalah blotong atau dikenal dengan sebutan “filter press mud”. Blotong (filter cake) merupakan limbah padat hasil dari proses produksi pembuatan gula, dimana dalam suatu proses produksi gula akan dihasilkan blotong dalam jumlah yang sangat besar. Secara umum bentuk dari blotong berupa serpihan serat-serat tebu yang mempunyai komposisi humus, N-total, C/N, P2O5, K2O, CaO dan MgO, cukup baik untuk dijadikan bahan pupuk organik. Blotong dapat memperbaiki fisik tanah, khususnya meningkatkan kapasitas menahan air, menurunkan laju pencucian hara dan memperbaiki drainase tanah. Manfaat lain dari blotong dapat menetralisir pengaruh Aldd , sehingga ketersediaan P dalam tanah lebih tersedia.
Blotong harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik tanaman tebu. Pengomposan merupakan suatu metode untuk mengkonversikan bahan-bahan organik komplek menjadi bahan yang lebih sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba. Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik adalah dekomposisi bahan organik dengan kehadiran oksigen (udara); produk utama dari metabolis biologi aerobik adalah karbondioksida, air dan panas. Pengomposan anaerobik adalah dekomposisi bahan organik dalam kondisi ketidakhadiran oksigen bebas; produk akhir metabolis anaerobik adalah metana, karbondioksida, dan senyawa intermediate seperti asam-asam organik dengan berat molekul rendah.
Pada dasarnya pengomposan adalah dekomposisi dengan menggunakan aktivitas mikroba; oleh karena itu kecepatan dekomposisi dan kualitas kompos tergantung pada keadaan dan jenis mikroba yang aktif selama proses pengomposan. Kondisi optimum bagi aktivitas mikroba perlu diperhatikan selama proses pengomposan, misalnya aerasi, kelembaban, media tumbuh dan sumber makanan bagi mikroba.
Kompos dari blotong tersebut umumnya mengandung hara N, P2O5 dan K2O masing-masing sekitar 1-1.5%, 1.5-2.0%, dan 0.6-1.0%. Kompos ini dapat memperbaiki fisik tanah di areal perkebunan tebu, khususnya meningkatkan kapasitas menahan air, menurunkan laju pencucian hara, memperbaiki drainase tanah,  dan menetralisir pengaruh A1dd sehingga ketersediaan P dalam tanah lebih tersedia. Selain itu pemberian ke tanaman tebu sebanyak 100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara signifikan.
Adanya pemanfaatan blotong ini diharapkan mampu membantu mengatasi masalah kelangkaan pupuk kimia dan sekaligus mengatasi masalah pencemaran lingkungan sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu langkah awal menuju zero waste industry dalam industri gula. Sementara ini pemanfatan blotong, sebagai pupuk organik masih belum maksimal dan penggunanya pun terbatas. Hal ini disebabkan karena :
1.      Pengolahan limbah blotong menjadi pupuk organik masih bisa dikatakan hanya asal-asalan, masih belum ditangani dengan menggunakan satu proses yang baik dan benar sehingga pupuk organik yang dihasilkan, masih belum sempurna.
2.      Minimnya pengetahuan petani akan manfaat penggunaan pupuk organik dari bahan blotong.
3. Proses pembuatan kompos dari blotong
Pembuatan kompos dilakukan dengan pencampuran bahan baku asal limbah pabrik gula, antara lain ; serasah, blotong dan abu ketel, serta menambahkan bahan aktivator berupa mikroorganisme, yang terdiri dari ; campuran bakteri, fungi, aktinomisetes, kotoran ayam dan kotoran sapi. Proses pengolahan ini dilakukan secara biologis karena memanfaatkan mikroorganisme sebagai agen pengurai limbah. Pembuatan blotong untuk pupuk organik telah banyak dilakukan oleh pabrik gula. Pada proses pembuatannya diperlukan kotoran ternak, bioaktovator dan zeolit. Penggunaan bioaktivator ini akan menghasilkan kompos yang lebih kaya akan unsur hara (N, P dan K) sehingga dapat memperngaruhi produktivitas tanaman. Pada tahapan  proses pengomposan, pada minggu pertama dilakukan pembalikan pada tumpukan blotong, kemudian pada minggu ke-2 dilakukan pembalikan, sampai minggu ke-3. Diaduk dengan pengaduk atau aerator selama 3-4 jam setiap pembalikan.
Proses pengomposan harus dikontrol oleh suhu dan kelembaban yang tepat karena apabila tidak sesuai, maka proses pengomposan menjadi tidak sempurna. Setelah pengomposan, kompos blotong menjadi lebih kering dan setelah itu dilakukan pengayakan.
Contoh Prosedur pembuatan pupuk kompos adalah sebagai berikut:
Bahan pupuk terdiri dari tumpukan berisi 60 kg serasah, 300 kg blotong , dan 100 kg abu ketel. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kotak dengan ukuran bawah 1,5 x 1,5 m; ukuran atas 1 m x 1 m serta tinggi 1,25 m. Sebelum dicetak, daun tebu dipotong-potong sehingga panjangnya kurang dari 5 cm. Semua bahan dicampur rata, kemudian ditambah 5 kg TSP dan 10 kg Urea. Untuk menjaga kelembaban dilakukan penambahan air.
Pemberian aktivator pada setiap tumpukan masing-masing sebanyak 10 kg campuran mikroorganisme selulolitik,yaitu 5 kg fungi; 2,5 kg bakteri dan 2,5 kg aktinomisetes. Aktivator ditabur bersamaan dengan saat memasukkan bahan kompos ke dalam cetakan. Setelah tercetak, kemudian di setiap tumpukan diberi lubang aerasi pada masing-masing sisi dan bagian atas tumpukan dengan cara menusukkan sebatang bambu.
Pembalikan tumpukan kompos dilakukan dua minggu sekali. Hal ini dimaksudkan untuk membantu memperlancar sirkulasi udara ke bagian tengah kompos, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme selulolitik. Setiap dua minggu dengan menganalisa nisbah C/N dan pH sampai diperoleh nisbah C/N sekitar 12-20 dan pH mendekati netral.
Limbah pabrik gula berupa blotong juga dapat dijadikan pupuk organik dengan cara mencampurkannya dengan limbah pabrik etanol berupa vinace dan ditambah sejumlah mikroba. Seorang peneliti pupuk mengungkapkan, kandungan unsur karbon (C) dan Nitrogen (N) pupuk ini mencapai 12 persen. Sementara tanah yang sehat punya kandungan unsur C dan N antara 10-15 persen. Mikroba yang ada di pupuk ini antara lain Celulotic bacteria, Pseudomonas, Bacyllus, dan Lactobacyllus. Dikatakan pula bahwa bakteri itu ada yang berfungsi melarutkan fosfat. Seperti diketahui, fosfat jika dipakai untuk pupuk harus dalam keadaan terlarut, dan yang melarutkan itu mikroba. Pupuk organik ini mampu memperbaiki tekstur dan mampu menyehatkan tanah kritis akibat pupuk kimia (anorganik).
Pupuk kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk perkebunan tebu. Pemberian kompos yang berasal dari limbah industri gula ini telah dicoba pada tanaman tebu di berbagai wilayah pabrik gula di Indonesia. Secara umum kompos dapat meningkatkan produksi dan produktivitas gula. Pemberian kompos blotong dan kompos ampas pada lahan tebu di pabrik gula Cintamanis Palembang, masing-masing dengan takaran 30 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu. Bobot tebu yang diberikan pupuk kompos ini pada tanaman pertama, berturut-turut lebih tinggi 26,5 dan 8,1 ton/ha dibandingkan dengan kontrol.
4. Vinasse Sebagai Bahan Kompos Cair
Vinasse merupakan limbah cair yang dihasilkan dari proses pembuatan Ethanol. Dalam proses pembuatan 1 liter Ethanol akan dihasilkan limbah (Vinasse) sebanyak 3 liter ( 1 : 3) , dari angka perbandingan diatas maka semakin banyak Ethanol yang diproduksi akan semakin banyak pula limbah yang dihasilkannya. Jika limbah ini tidak tertangani dengan baik maka di kemudian hari, limbah ini akan menjadi masalah yang berdampak tidak baik bagi lingkungan.
Salah satu cara pemanfaatan limbah ini yaitu dengan merubah Vinasse menjadi pupuk organik cair dengan menggunakan metode tertentu. Hal ini mungkin dilakukan karena kandungan unsur kimia dalam Vinasse sebagian besar merupakan unsur yang berguna dan dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.
Di Indonesia penggunaan pupuk organik sangat minim dilakukan oleh petani, hal ini dikarenakan sedikitnya produsen pupuk organik, dan minimnya pengetahuan petani tentang manfaat penggunaan pupuk organik. Dengan adanya hal tersebut diatas maka akan tepat jika limbah yang sedemikian besar tadi dimanfaatkan menjadi pupuk organik.
Tabel :1  bahan pembuatan kompos
Asal
Bahan
1. Pertanian
Limbah dan residu tanaman
Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
Limbah & residu ternak
Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
Tanaman air
Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Limbah padat
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
Limbah cair
Alkohol, limbah pengolahan kertas, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
3. Rumah tangga
Sampah
Sampah (padat) rumah tangga dan sampah kota rumah tangga
Limbah padat dan cair
Limbah rumah tangga: Tinja, urin,
4. Pasar
Sampah
Sampah (padat) pasar tradisional dan modern
Limbah padat dan cair
Limbah Pasar; Tinja dan urin















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
1.      Pemanfaatan kotoran adalah salah satu upaya yang dapat meminimalisir pencemaran kotoran baik dari kotoran sampah, kotoran ternak dan lain sebagainya.
2.      Kompos adalah hasil dekomposisi bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat dan lembab.
3.      Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen).

B.  Saran
Kompos sangat berperan penting dalam menyuburkan tanaman baik menjaga kesuburan tanah, juga memperbanyak unsure hara tanah. Maka dari itu pemanfaatan kotoran rumah tangga, limbah pertanian, dan kotoran ternak harus sebaik mungkin dimanfaatkan agar tidak menimbulkan pemicuan atau dampak yang menimbulkan aroma yang tak sedap dikalangan masyarakat.







DAFTAR PUSTAKA
Affandi. 2008. Pemanfaatan urine Sapi yang Difermentasi sebagai Nutrisi Tanaman. (online),(http://affandi21.xanga.com/644038359/pemanfaatan-urine-sapi yang difermentasisebagai-nutrisi-tanaman/, 20 Januari 2010).

Djaja W. 2008. Langkah jitu membuat kompos dari kotoran ternak dan sampah.

Dohong, A. 2003. Pemanfaatan lahan gambut untuk kegiatan pertanian holtikultural: Belajar dari pengalaman petani Desa Kalmpangan, Kalimantan Teangah. Warta Konservasi Lahan Basah Vol II no 2 April 2003. Wetlands International- Indonesia Programme.

Indriani. Y.H. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. PT Penebar Swadaya, anggota IKAPI. Jakarta 62 halaman.

Krisno A. 2011. Peranan mikroorganisme pada fermentasi pembuatan pupuk kandang dari urine sapi.http:// aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment (20 Desember 2011).

Santoso, H.B. 1998. Pupuk kompos dari sampah rumaah tangga. Kanisius Jakarta.

Sibuea, L.H., Prastowo K., Moersidi S., dan Edi Santoso. 1993. Penambahan pupuk untuk mempercepat pembuatan kompos dari bahan sampah pasar. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor.







                                                                                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar