Jumat, 25 November 2016

LAPORAN MANAJEMEN PENGGEMUKAN



I.     PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Tantangan bangsa Indonesia dimasa depan begitu berat. Aspek pembangunan tidak hanya bertitik berat pada bidang pertanian saja. Sebenarnya yang kita bangun adalah bangsa. Akan tetapi karena sebagian besar penduduk berada disekitar pertanian maka pertanian manjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kualitas kehidupan bangsa. Indonesia sebagai negara agraris, yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia juga bisa dikatakan masih rendah. Salah satu faktor yang diduga kuat menjadi penyebab rendahnya tinggkat kecerdasan bangsa ini adalah kurangnya konsumsi protein hewani. Di dalam protein hewani terdapat asam-asam amino esensial yang berperan penting dalam perkembangan kecerdasan seseorang. Keberadaanya juga tidak dapat digantikan oleh zat-zat lainnya.
Hasil peternakan seperti susu, telur dan dagingpun masih diimpor dari luar negeri. Nilai impor komoditas tersebut semakin bertambah dari tahun ketahun. Peningkatan permintaan daging sapi berarti merupakan prospek yang cerah untuk usaha peternakan dimasa-masa yang akan datang. Feeding, breeding dan manajemen yang baik adalah faktor utama demi kemajuan industri peternakan, dan faktor pakan yang memegang peranan paling penting, disamping genetik. Oleh karena itu bibit sapi yang baik harus diimbangi dengan pemberian pakan yang baik dan cukup memenuhi syarat.
Usaha ternak sapi potong dewasa ini mempunyai kecenderungan  semakin berkembang, perkembangan usaha sapi potong ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat, wiraswasta dan Pemerintah Daerah yang mengusahakan peternakan sapi potong. Perkembangan usaha yang pesat ini disebabkan prospek usaha ternak sapi potong cukup menguntungkan terbukti dari kebutuhan akan konsumsi daging sapi setiap tahun selalu meningkat.
Ternak sapi potong sebagai salah satu sumber protein berupa daging, produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih jauh dari target yang diperlukan konsumen. Permasalahan ini disebabkan oleh produksi daging masih rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan volume produksi daging masih rendah antara lain populasi dan produksi rendah.
1.1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan praktikum manajemen penggemukan sapi potong di Desa Lambusa, Kecamatan Konda adalah untuk mengetahui manajemen pemeliharaan sapi potong disalah satu peternaka bapak Suli Santo di Kabupaten Konawe Selatan.
Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan praktikum ini adalah mahasiswa dapat berpartisipasi langsung dengan salah satu peternak dan mampu mengetahui manajemen pemeliharaan sapi potong di Kabupaten Konawe Selata.




II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Sapi Bali
Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan sapi asli Indonesia yang diduga sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa domestikasi tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi bali. Sapi bali memiliki beberapa keunggulan, diantaranya mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang buruk, seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang rendah/kasar, dan lain-lain. Di samping itu, tingkat kesuburan (fertilitas) sapi bali termasuk amat tinggi dibandingan dengan jenis sapi lain, yaitu mencapai 83% (Darmadja, 1980), tanpa terpengaruh oleh mutu pakan. Menurut Guntoro (2002) di daerah baru (daerah transmigran), sapi bali merupakan ternak “primadona” bagi petani karena merupakan tenaga kerja yang tangguh, di samping memiliki adaptasi yang bagus terhadap lingkungan dan reproduksi yang tinggi. Sapi bali memiliki bentuk badan yang kompak dan persentase karkas yang tinggi (56%) sehingga cocok untuk dikembangkan sebagai sapi potong.
Menurut Guntoro (2002) sapi bali juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: amat peka terhadap beberapa jenis penyakit yang tidak dijumpai pada ternak sapi lain, misalnya penyakit Jembrana dan Baliziekte yang hanya menyerang sapi bali. Sapi bali juga peka terhadap penyakit Coryza yang dapat ditularkan melalui domba. Di samping itu, interval beranak pada sapi bali relative panjang (340–550 hari), lebih panjang daripada sapi-sapi Eropa atau Amerika. Dengan pola pemeliharaan tradisional, pertumbuhan sapi bali cukup lambat, yakni rata-rata hanya mencapai 200–300 gram per ekor per hari (Guntoro, 2002).
Menurut Guntoro (2002), sapi bali sebagai salah satu bangsa sapi memiliki ciri-ciri spesifik yang berbeda dengan bangsa sapi lainnya. Sapi bali memiliki warna dan bentuk tubuh persis seperti banteng liar. Sapi bali jantan dan betina memiliki warna kaki putih dan memiliki “telau”, yakni bulu putih pada bagian pantatnya dan terdapat “garis belut” (bulu hitam) di sepanjang punggungnya. Sapi bali tidak memiliki punuk seperti halnya banteng, bentuk badannya kompak, dan dadanya dalam. Dibandingkan dengan sapi-sapi lain, sapi bali lebih agresif (galak) terutama sapi bali jantan. Di samping ciri-ciri umum tersebut di atas, sapi bali jantan dan betina juga memiliki beberapa ciri yang spesifik (Guntoro, 2002).
2.2.   Manajemen Pemberian Pakan
Pakan ternak sapi potong yang cukup nutrien merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Pemberian pakan yang baik dan memenuhi beberapa kebutuhan sebagai  berikut :
1. Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan  dalam jumlah minimal. Meskipun ternak dalam keadaan hidup tidak mengalami pertumbuhan dan kegiatan. Pada hakekatnya kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan sejumlah minimal zat pakan untuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan kondisi tubuh ternak. Kebutuhan tersebut digunakan untuk bernapas, dan pencernaan pakan.
2. Kebutuhan pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses pembentukan jaringan tubuh dan menambah berat badan.
3. Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses reproduksi, misalnya kebuntingan. Untuk kebutuhan nutrien sapi potong dalam praktek penyusunan  diperlukan pedoman standart berdasarkan berat tubuh dan pertambahan berat tubuh (Murtidjo, 2001).
Pemberian pakan dimaksudkan agar sapi dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus untuk pertumbuhan dan reproduksi. Pada umumnya sapi membutuhkan pakan hijuan dan pakan tambahan seperti konsentrat untuk tetap bisa memacu pertumbuhan sapi. Kebanyakan para peternak dalam mendapatkan hijauan segar mau tak mau harus mengeluarkan biaya atau tenaga untuk pengadaan pakan, terutama untuk pembelian hijauan dan transportasi (Sarwono dan Arianto, 2007). 
Untuk sapi yang sehat pada umumnya memerlukan jumlah pakan yang cukup dan berkualitas, baik dari segi kondisi pakan maupun nutrisi yang dikandungnya. Nutrisi di dalam pakan ternak merupakan unsur penting untuk menjamin kesehatan sapi, pertumbuhan badan yang optimal, dan kesuburan dalam reproduksi. (Siregar, 2003).
2.3.   Manajemen Perkandangan
Perencanaan pembangunan kandang juga perlu memperhatikan faktor  letak dan iklim setempat, bahan bangunan dan konstruksi kandang. Luasan bangunan dan penataan fasilitas penunjang dalam areal kandang, seperti kantor, ruang isolasi, dan gudang harus diperhitungkan dengan baik (Sarwono dan Arianto, 2007).
Sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif,  ekstensif, dan mixed farming system (sistem pertanian campuran).  Pemeliharaan  secara intensif dibagi menjadi dua, yaitu (a) sapi di kandangkan secara terus- menerus dan (b) sapi di kandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari  digembalakan atau disebut semi intensif.  Pemeliharaan ternak secara intensif  adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus- menerus  dengan sistem pemberian pakan secara cut and curry.  Sistem ini  dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai  berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan  dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif. Kelemahan terletak pada modal yang dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit  dan limbah peternakan (Susilorini, Sawitri, Muharlien, 2008).
Kandang merupakan tempat tinggal ternak sepanjang waktu, sehingga pembangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak, harus bisa menjamin hidup yang sehat dan nyaman (Sugeng, 2003). Dinyatakan oleh Siregar (2003) bahwa dengan kandang, pengamanan terhadap pencuri sapi akan lebih terjaga. Kandang yang dibangun hendaknya dapat menunjang peternak, baik dari segi ekonomis maupun segi kemudahan dalam penanganan sapi. Sehingga diharapkan dengan adanya bangunan kandang ini  sapi tidak berkeliaran disembarang tempat dan kotorannya pun dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin (Sugeng, 2003).
Pengaturan ventilasi sangat penting untuk dicermati.  Dinding kandang dapat dibuka dan ditutup maka sebaiknya pada siang hari dibuka dan pada malam hari ditutup. Kandang di dataran rendah dibangun lebih tinggi dibandingkan dengan kandang di dataran tinggi atau pegunungan. Bangunan kandang yang dibuat tinggi akan berefek pada lancarnya sirkulasi udara di dalamnya. Di daerah dataran tinggi, bangunan kandang dibuat lebih tertutup, tujuannya agar suhu di dalam kandang lebih stabil dan hangat (Sarwono dan Arianto, 2007 ).
2.4.  Pengendalian Penyakit
Penyakit merupakan ancaman yang perlu diwaspadai peternak,  walaupun serangan penyakit tidak langsung mematikan ternak, tetapi dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berkepanjangan, menghambat pertumbuhan dan mengurangi pendapatan (Sarwono dan Arianto, 2007).
Menurut Sugeng (2003) berbagai jenis penyakit sapi sering berjangkit di Indonesia, baik yang menular ataupun tidak menular. Penyakit menular yang berjangkit pada umumnya menimbulkan kerugian besar bagi peternak. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi antara lain: menjaga kebersihan kandang dan peralatannya, termasuk memandikan sapi. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi yang sehat dan segera dilakukan pengobatan. Diusahakan lantai kandang selalu kering, agar kotoran tidak banyak yang menumpuk di kandang. Untuk menjaga kesehatan sapi maka secara teratur dilaksanakan vaksinasi (Djarijah, 1996).




2.5.  Penanganan Limbah
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha  peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak dll.  Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, dan sisa pakan,(Sihombing, 2000). Limbah ternak yang berupa kotoran ternak, baik padat (feses) maupun cair (air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci kandang dan prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber pencemaran lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah ternak dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan khusus agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto, 2007).
Menurut Abidin (2002) penanganan limbah perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya, bahkan bisa diupayakan untuk menghasilkan penghasilan tambahan seperti mengolah kotoran menjadi kompos. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari jenis ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feses dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar  manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kilogram limbah padat atau feses, dan pada sapi potong setiap pertambahan bobot badan 1 kilogram menghasilkan 25 kilogram feses (Sihombing, 2000).

III.   METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum manajemen penggemukan  dilaksanakan pada tanggal  28 Mei 2016, Pukul 08.00 WITA - Selesai, bertempat di Desa Lambusa, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1.      Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum manajemen pemeliharaan sapi bali yaitu dapat di lihat pada tabel 1. 
Tabel 1. Alat dan kegunaan pada praktikum manajemen pemeliharaan sapi bali
No
Nama Alat
Kegunaan
1.
Kamera Hp
Untuk dokumentasi
2.
Alat Tulis
Untuk Menulis hasil wawancara
3.
Mobil
Untuk Transportasi



3.2.2.  Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum manajemen pemeliharaan sapi bali yaitu dapat di lihat pada tabel 1. 
Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada praktikum manajemen pemeliharaan sapi bali
No
Nama Bahan
Kegunaan
1.
Sapi bali
Peternak
Sebagai bahan pengamatan
Sebagai responden





3.3.      Prosedur Kegiatan Praktikum
Prosedur kerja praktikum manajemen penggemukan sapi potong di Desa Lambusa, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan adalah sebagai berikut:
1.    Observasi kegiatan praktikum
Observasi kegiatan praktikum  secara langsung dilakukan dengan mengikuti kegiatan dilapangan, dan mendengarkan arahan dari asisten sebelum melakukan wawancara.
2.    Diskusi dan wawancara
Metode yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah sebagai berikut:
a.    Melakukan tanya jawab dengan salah satu peternak atau pihak yang terkait menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan sapi potong di kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan.
b.    Identifikasi masalah yang berkaitan dengan kegiatan pemeliharaan sapi potong, kemudian mencatat hasil wawancara yang didiskusikan dengan peternaknya.
3.    Pengamatan dan pengumpulan data
Data pengamatan yang dikumpulkan melalui kegiatan wawancara dilakukan secara langsung selama berlangsungnya kegiatan praktikum. Tujuan kegiatan wawancara ini adalah untuk melengkapi data yang sudah diperoleh yang akan dipergunakan sebagai perlengkapan atau lampiran dalam penyusunan laporan praktikum manajemen penggemukan
 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Wawancara
1. Nama Responden  : Suli Santo
·      Umur                 : 50 tahun
·      Pekerjaan           : Petani
·      Lama beternak   : 10 tahun
·      Jumlah ternak    : 5 ekor
·      Jantan                : 5 ekor
·      Betina                : -
2. Manajemen pemberian pakan :
·      Pemberian pakan           :  dilakukan 4 kali dalam sehari
·      Pemberian air minum     : secara adlibitum menggunakan air kedelai
·      Jenis pakan yang di berikan : Rumput alam
3.    Manajemen perkandangan :
1.      Ukuran Kandang
-          Panjang kandang   : 4 meter
-          Leber kandang      : 2 meter
-          Tinggi kandang     : 3 meter
2.      Bahan Kandang
-          Tiang kandang      : Terbuat dari  kayu
-          Atap kandang       : Seng
-          Lantai kandang     : semen
3.      Pengolahan limbah
Pengolahan limbah dalam peternakan ini yaitu feses di kumpulkan dalam satu tempat kemudian di keringkan setelah di keringkan di bakar kemudian di jadikan pupuk organik.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Manajemen Pemberian Pakan
Hasil wawancara dengan bapak Suli Santo mengenai manajemen pemberian pakan pada ternakanya diberikan 4 kali dalam sehari. Pakan yang diberikan adalah pakan yang diperoleh dari hijauan segar atau rumput alam. Manajemen pemberian pakan merupakan suatu alternative dalam memperoleh penunjangan kebutuhan hidup ternak. Dalam usaha penggemukan sapi potong, pemberian pakan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Kebutuhan hidup pokok sangat tergantung dari bobot badan ternak, yakni semakin berat bobot badan ternak maka semakin tinggi jumlah kebutuhan pakannya, sedangkan kebutuhan produksi sangat tergantung dari pertambahan bobot badan yang dicapai, yaitu makin tinggi pertambahan bobot badan yang dicapai maka semakin banyak pula jumlah kebutuhan pakannya. Paka hijauan yang berupa rumput alam yang diberikan pada ternakanya diperoleh dari sawah dan diperkebunannya sendiri.
Menurut Siregar (2003), sapi yang akan digemukan dan memperoleh ransum yang terdiri dari hijauan dan kosentrat harus diatur pemberiannya agar tercapai hasil yang memuaskan. Pemberian hijauan pada sapi yand digemukan sebaiknya dihindari pemberian yang sekaligus dan dalam jumlah yang banyak. Pemberian yang demikian akan berakibat pada banyaknya hijauan yang terbuang yang tidak dimakan sapi, sehingga tidak efisien. Menurut hasil penelitian yang sudah dilakukan bahwa frekuensi pemberian pakan lebih dari dua kali sehari hasilnya lebih baik daripada yang dilakukan dua atau tiga kali sehari. Frekuensi pemberian pakan semakin sering maka semakin baik, namun dalam jumlah yang sama.
Teknik pemberian pakan yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang baik tinggi pada penggemukan sapi potong adalah dengan mengatur jarak waktu antara pemberian kosentrat dan hijauan. Hijauan diberikan sekitar dua jam setelah pemberian kosentrat pada pagi hari dan dilakukan cecara bertahap minimal empat kali dalam sehari semalam. Frekuensi pemberian hijauan yang lebih sering dilakukan dapat meningkatkan kemempuan sapi untuk mengkonsumsi ransum dan juga meningkatkan kecernaan bahan kering hijauan itu sendiri (Cullough, 1973).
Pemberian air minum dilakukan secara adlibitum, dimana ketersediaannya tidak pernah kurang bagi ternak atau secara terus menerus. Ari minum yang diberikan berupa lambah cair dari bungkil kedelai yang didapatkan dari hasil pembuangan  pabrik  pembuatan tempe di sekitara kampong halamannya. Ari dalam bag dikontrol setiap saat sehingga air terisi penuh. Pengontrolan dan pembersihan tempat air minum dilakukan dan kebutuhan air minum untuk ternak sapi didasarkan pada kebutuhan sapi itu sendiri. Air minum sebaiknya disediakan sesaat sebelum makan untuk menghindari terjadinya kembung perut. Air minum diberikan secara adlibitum, dimana ketersediaannya tidak pernah kurang bagi ternak. Menrut Akoso (1996) sapi dewasa rata-rata membutuhkan air minum 20-30 liter setiap hari.
4.2.2. Manajemen Perkandangan
Hasil pengamatan dan wawancara dengan responden terhadap manajemen perkandangan ternak sapi di Desa Lambusa dipelihara secara intensif. Pemeliharaan secara intensif yaitu ternak dipelihara secara terus menerus di dalam kandang sampai saat dipanen sehingga kandang mutlak harus ada. Seluruh kebutuhan sapi disuplai oleh peternak, termasuk pakan dan minum. Aktivitas lain seperti memandikan sapi juga dilakukan serta sanitasi dalam kandang. 
Kandang  merupakan salah satu unsur penting dalam suatu usaha peternakan, terutama dalam penggemukan ternak potong. Bangunan kandang yang baik harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan nyaman. Bangunan kandang diupayakan pertama-tama untuk melindungi sapi terhadap gangguan dari luar yang merugikan, baik dari sengatan matahari, kedinginan, kehujanan dan tiupan angin kencang. Selain itu, kandang juga harus bisa menunjang peternak dalam melakukan kegiatannya, baik dari segi ekonomi maupun segi kemudahan dalam pelayanan. Kandang berfungsi sebagai lokasi tempat pemberian pakan dan minum. Dengan adanya kandang, diharapkan sapi tidak berkeliaran di sembarang tempat, mudah dalam pemberian pakan dan kotorannya pun bisa dimanfaatkan seefisien mungkin (Anonimc, 2012). 
Konstruksi kandang harus kuat serta terbuat dari bahan- yang ekonomis dan mudah diperoleh. Di dalam kandang harus ada drainase dan saluran pembuangan Iimbah yang mudah dibersihkan. Tiang kandang sebaiknya dibuat dari kayu berbentuk bulat agar Iebih tahan lama dibandingkan dengan kayu berbentuk kotak. Selain itu, kayu bulat tidak akan melukai tubuh sapi, berbeda dengan kayu kotak yang memiliki sudut tajam (Wello, 2011).
Kandang di daerah yang mempunyai suhu lingkungan agak panas (dataran rendah dan pantai) hendaknya dibangun lebih tinggi dari pada kandang yang ada di daerah pegunungan. Hal ini dimaksudkan agar udara panas di dalam ruangan kandang lebih bebas bergerak atau berganti sehingga dapat diperoleh ruang kandang cukup sejuk (Wello, 2011).
Kerangka kandang terbuat dari bahan, kayu dan bambu disesuaikan dengan tujuan dan kondisi yang ada. Pemilihan bahan kandang hendaknya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan tujuan usaha (Wello, 2011).
Lantai kandang sebagai batas bangunan kandang bagian bawah, atau tempat berpijak dan berbaring bagi sapi pada sepanjang waktu, maka pembuatan lantai kandang harus benar-benar memenuhi syarat : rata, tidak licin, tidak mudah menjadi lembab, tahan injakan, atau awet (Wello, 2011).
Bagian kandang yang juga harus diperhatikan adalah tempat pakan dan air minum. Tempat/bak pakan dapat dibuat dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 50 cm dan dalamnya 30 cm untuk setiap ekor dewasa. Tempat pakan diperlukan untuk efisiensi dan efektifitas pakan yang diberikan. Biaya pakan akan membengkak jika pakan yang diberikan tidak habis dimakan ternak tetapi hanya berserakan didalam maupun luar kandang. 
Tempat air minum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minum ternak dan menghindari tumpahnya air jedalam kandang. Syarat tempat pakan dan air minum adalah:
a)      Mudah dijangkau mulut ternak tetapi tidak bisa terinjak.
b)     Mampu menampung jumlah pakan/air yang diperlukan ternak sampai pemberian pakan/air berikutnya.
c)      Tidak mudah digerak-gerakkan ternak sehingga pakan/air minum yang ada tidak tumpah. Khusus tempat air minum, tidak boleh bocor sehingga mengairi kandang. (Anonimc, 2012). Menurut Purnomoadi, (2003) ada 2 model kandang sapi, yakni kandang bebas (loose housing) dan kandang konvensional (conventional/stanchion barn).
4.2.3. Manajemen Pengolahan Limbah
Limbah ternak merupakan sisa hasil pencernaan dan metabolisme pakan yang berupa limbah padat, feses dan limbah cairnya berupa urin. Limbah padat yang berupa feses diolah menjadi pupuk organic yang kemudian digunaka sendiri untuk pemupukan perkebunan dan untuk sementar ini belum dipasarkan. Sedangan untuk limbah cairnya yang berupa urin belum diolah dan hanya di alirkan atau dibiarkan terbuang bercampur dengan fesesnya.
            Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1994), limbah adalah sisa proses produksi atau air buangan pabrik. Limbah ternak menurut Chalik (2009) adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produksi ternak dan lain sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa pakan darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, ternak mati dan lain-lain. Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari spesies ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Limbah ternak dalam jumlah yang besar akan menimbulkan polusi jika tidak di kelola dengan baik.
Pengolahan limbah ternak merupakan salah satu upaya yang memberikan banyak manfaat. Disisi lain, pengolahan memberikan keuntungan finansial karena pengolahannya menghasilkan produk yang berdaya jual. Limbah ternak memiliki berbagai manfaat seperti untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, sumber enegi dan media bagi tujuan lainnya. Pengolahan limbah ternak tergantung pada jenis/spesies ternak, jumlah ternak, tata laksana pemeliharaan, areal yang tersedia dan target penggunaan limbah. Untuk penggunaan limbah padat dapat diolah menjadi pupuk kandang, pupuk hijau, bokashi dan kompos. Sedangkan pengolahan limbah cair dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi. Pengolahan secara fisik disebut juga pengolahan primer (primer treatment). Proses ini merupaka proses termurah dan termudah, karena tidak memerlukan biaya operasi yang tinggi. Metode ini hanya digunakan untuk memisahkan partikel-partikel padat di dalam limbah. Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secedari treatment) yang biasanya lebih mahal dibandingkan dengan proses pengolahan secara fisik. Metode ini umumnya digunakan untuk mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair menjadi padat. Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan sekunder bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah yang hanya mengandung bahan organik saja dan tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, dapat langsung digunakan untuk mengairi areal pertanian atau didahului dengan pengolahan secara fisik. 
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong  hewan,  pengolahan produk ternak, dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll (Sihombing, 2000)
Limbah kandang yang berupa kotoran ternak, baik padat (feses) maupun cair (air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci kandang dan prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber  pencemaran lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah kandang dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan khusus agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto, 2002)
Menurut Abidin (2002) penanganan limbah perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya, bahkan bisa diupayakan untuk menghasilkan penghasilan tambahan seperti mengolah kotoran menjadi kompos. Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahanbahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena
penyusunnya terdiri dari bahan-bahan organik (Indriani, 1999)

V.  KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara praktukum manajemen penggemukan sapi potong di Desa Lambusa, maka dapat ditarik simpulan bahwa manajemen pemeliharaan sapi potong dilakukan secara intensif, dengan pemberian pakan dan air minum secara adlibitun. Pakan yang diberikan berupa hijauan rumput yang didapatkan di pinggir sawah.
5.2.  Saran
Manajemen pemeliharaan sapi sangatlah penting dilakukan kerena dapat menjamin keselamatan ternak dan pengolahan kotoran, dan sanitasi kandang.  Hal ini perlu ditingkatkan sosialisasi kemasyarakat dalam memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuanya dalam manajemen pemeliharaan sapi potong.









DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong.Jakarta: PT.Agro Media Pustaka.

Darmadja, D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam Ekosistem Pertanian di Bali. Desertasi. Program Pascasarjana. Universitas Pajajaran. Bandung.

Djarijah A S. 1996. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius.
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.
Indriani, Y. H., 1999. Membuat Kompos secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murtidjo, B. A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. PT Kanisius. Yogyakarta. 128 hal.

Palabiran. 2012. Sistem pemeliharaan Sapi Potong. Http://infopeternakan. wordpress. com.  Diakses tanggal 23 Maret 2013

Sarwono, B dan H. B. Arianto. 2007. Penggemukan Sapi Potong  Secara Cepat. Penebar  Swadaya. Jakarta.

Sihombing, T. 2000. Pinang Budi Daya dan Prospek Bisnis. Penebar Swadaya.  Jakarta.

Siregar,  C.J.P, 2003. Farmasi Rumah Sakit  Teori & Penerapan. Jakarta : EGC

Sugeng, Y.B.  2003.  Sapi Potong.  Penebar Swadaya.  Jakarta.

Susilorini, E; Sawitri, ME; Muharlien. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar   Swadaya. Jakarta.

Toelihere,M,R., 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.
             
Wello, basit. 2011. Manajemen ternak Sapi Potong. Masagena Presss. Makassar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar