BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peternakan merupakan sub
sektor pertanian yang cukup memberi andil besar dalam memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat terutama protein hewan yang sangat berguna untuk kesehatan maupun
kecerdasan otak. Protein hewani yang dimaksud disini adalah yang didapatkan dari
daging sapi. Namun ketersediaan daging sapi di dalam negeri cukup terbatas
dikarenakan rendahnya populasi sapi yang dimiliki oleh para peternak sapi
akibat munculnya berbagai macam penyakit yang cukup meresahkan para peternak.
Dalam upaya pencegahan dan
pengendalian tersebut salah satu langkah pertama yang dilakukan adalah
identifikasi penyakit. Gangguan kesehatan sapi dapat disebabkan oleh agen
penyakit infeksius dan non infeksius, seperti bakteri, virus, jamur serta
karena manajemen pemeliharaan yang kurang tepat (difisiensi nutrisi). Salah
satu usaha yang ditempuh untuk meningkatkan jumlah populasi sapi adalah dengan
menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik. Salah satu manajemen pemeliharaan
sapi adalah kesehatan. Identifikasi permasalahan kesehatan menjadi penting agar
dapat dicarikan solusi dan penanganan yangn tepat dalam mengatasinya.
Kesehatan ternak merupakan
kunci penentu keberhasilan suatu usaha peternakan. Seperti munculnya suatu
slogan dimana pencegahan lebih baik daripada pengobatan, dari hal tersebut
munculnya keinginan untuk memperbaikinya dengan tindakan-tindakan seperti
sanitasi, vaksinasi dan pelaksanaan. Banyak sekali penyakit yang dapat
menyerang sapi namun demikian yang terpenting adalah Mastitis, Anthrax,
Brucellosis, Septicemia Epizootica (SE), cacingan serta beberapa yang lainnya.
Secara umum penyakit hewan adalah segala sesuatu yang menyebabkan
hewan menjadi tidak sehat. Hewan sehat adalah hewan yang tidak sakit dengan
ciri-ciri (a) bebas dari penyakit yang bersifat menular atau tidak menular, (b)
tidak mengandung bahan-bahan yang merugikan manusia sebagai konsumen, dan (c)
mampu berproduksi secara optimum. Selanjutnya akan di bahas beberapa penyakit
yang sering menyerang ternak sapi.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
jenis-jenis penyakit pada ternak sapi?
2.
bagaimana
cara pencegahannya?
C. Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah mahasiswa dapat
mengetahui jenis-jenis penyakit yang terkena pada ternak sapid an dapat
mengetahui penyebap dan cara pencegahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-Jenis
Penyakit pada Ternak
1.
Brucellosis
(Keluron Menular)
Brucellosis adalah penyakit ternak menular
yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder berbagai jenis
ternak lainnya serta manusia. Pada sapi penyakit ini dikenal sebagai penyakit
Kluron atau pemyakit Bang. Sedangkan pada manusia menyebabkan demam yang
bersifat undulans dan disevut Demam Malta. Bruce (1887) telah berhasil
mengisolasi jasad renik penyebab dan ditemukan Micrococcus melitensis yang
selanjutnya disebut pula Brucella melitensis.
Kerugian ekonomi yang diakubatkan oleh
brucellosis sangat besar, walaupun mortalitasnya kecil. Pada ternak kerugian
dapat berupa kluron, anak ternak yang dilahirkan lemah, kemudian mati, terjadi
gangguan alat-alat reproduksi yang mengakibatkan kemajiran temporer atau permanen. Kerugian pada sapi
perah berupa turunnya produksi air susu.
Ø
Gejala
Klinis
1. Pada kambing mengalami keguguran dalam
4 - 6 minggu terakhir dari kebuntingan dan Kambing jantan memperlihatkan
kebengkakan pada persendian atau testes.
2. Pada sapi betina gejala keguguran,
biasanya terjadi pada kebuntingan 5 - 8 bulan, kadang diikuti dengan kemajiran.
Pada ternak jantan terjadi kebengkakan pada testes dan persendian lutut.
3. Selain gejala
utama berupa abortus dengan atau tanpa retensio secundinae (tertahannya
plasenta), lesu, napsu makan menurun, kurus. terdapat pengeluaran cairan
bernanah dari vagina serta pada sapi perah dapat menyebabkan penurunan produksi
susu.
4. Perubahan pasca
mati yang terlihat adalah penebalan pada plasenta dengan bercak-bercak pada
permukaan lapisan chorion. cairan janin terlihat keruh berwarna kuning coklat
dan kadang-kadang bercampur nanah. Pada ternak jantan ditemukan proses
pernanahan pada testis yang dapat diikuti dengan nekrose.
Ø
Pencegahan
terutama ditujukan kepada
1. Tindakan sanitasi
2. Tata laksana.
3. Vaksinasi
Ø Tindakan sanitasi yang bisa dilakukan
yaitu :
a. Sisa-sisa abortusan yang bersifat
infeksius dihapus hamakan. Fetus dan plasenta harus dibakar dan vagina apabila
mengeluarkan cairan harus diirigasi selama 1 minggu.
b. Bahan-bahan
yang biasa dipakai didesinfeksi dengan desinfektan, yaitu : phenol, kresol,
amonium kwarterner, biocid dan lisol.
c. Hindarkan
perkawinan antara pejantan dengan betina yang mengalami kluron. Apabila seekor
ternak pejantan mengawini ternak betina tersebut, maka penis dan preputium
dicuci dengan cairan pencuci hama
d. Anak-anak ternak yang lahir dari induk
yang menderita brucellosis sebaiknya diberi susu dari ternak lain yang bebas
brucelosis
e. Kandang-kandang
ternak penderita dan peralatannya harus dicuci dan dihapus hamakan serta ternak
pengganti jangan segera dimasukkan.
Ø
Pengobatan
:
Belum ada pengobatan yang efektif terhadap
brucellosis.
2.
Anthraks
(Radang Limpa)
Anthrax bersifat zoonosis dan merupakan
penyakit yang menimbulkan keresahan bagi peternakan dan manusia. Pada manusia,
biasanya infeksi berasal dari ternak melalui permukaan kulit terluka, terutama
pada orang-orang yang banyak berhubungan dengan ternak. Anthrax adalah penyakit
menular yang biasanya bersifat akut atau perakut pada berbagai jenis ternak
(pemamah biak, kuda, babi dan sebagainya), yang disertai dengan demam tinggi
dan disebabkan oleh Bacillus anthracis. berbagai jenis ternak liar
(rusa, kelinci, babi hutan dan sebagainya) dapat pula terserang.
Anthrax merupakan salah satu zoonosis yang
penting dan sering menyebabkan kematian pada manusia. Di Indonesia anthrax
menyebabkan banyak kematian pada ternak. Kerugian dapat berupa kehilangan
tenaga kerja di sawah dan tenaga tarik, serta kehilangan daging dan kulit
karena ternak tidak boleh dipotong.
Ø
Penyebab
Penyebab penyakit anthrax adalah bakteri Bacillus
anthracis. Faktor-faktor seperti hawa dingin, kekurangan makanan dan
keletihan dapat mempermudah timbulnya penyakit pada ternak-ternak yang
mengandung spora yang bersifat laten.
Ø
Penularan
1. Anthrax
tidak ditularkan dari ternak yang satu ke ternak yang lain secara langsung.
Wabah anthrax pada umumnya ada hubungannya dengan tanah netral atau berkapur
yang alkalis yang menjadi daerah inkubator bakteri tersebut.
2. Di daerah iklim panas lalat penghisap
darah antara lain jenis Tabanus dapat bertindak sebagai pemindah
penyakit.
3. Rumput pada
lahan yang tercemari penyakit ini dapat ditempati spora.
Ø
Penyebaran
1. Dari pakan yang kasar atau ranting-ranting yang
tumbuh di wilayah yang terjangkit penyakit anthrax. bahan pakan ini menusuk
membran di dalam mulut atau saluran pencernaan dan masuklah bakteri Bacillus
anthracis tersebut melalui luka-luka itu. jadi melalui luka-luka kecil
tersebut maka terjadi infeksi spora.
2. Penularan dapat terjadi karena ternak
menelan tepung tulang atau pakan lain atau air yang sudah terkontaminasi spora.
3. Gigitan
serangga pada ternak penderita di daerah wabah yang kemudian serangga tersebut
menggigit ternak lain yang peka di daerah yang masih bebas
4. Pada manusia, biasanya infeksi berasal
dari ternak melalui permukaan kulit terluka, terutama pada orang-orang yang
banyak berhubungan dengan ternak.
5. Infeksi melalui pernafasan mungkin
terjadi pada pekerja-pekerja penyortir bulu domba (wool-sarter’s disease).
6. Melalui
pencernaan terjadi pada orang-orang yang makan daging asal ternak penderita
anthrax.
a. Gejala Klinis pada hewan
Terdapat tiga bentuk penyakit anthrax :
1. Perakut,
a. Penyakit yang sangat mendadak dan
segera terjadi kematian karena perdarahan di otak,
b. Sesak napas,
c. Gemetar kemudian ternak rebah,
d. Kejang-kejang. hanya dalam waktu 2 - 6
jam dapat mengalami kematian
e. Kematian dapat
mencapai 100%.
2. Akut
a. Suhu badan meningkat (demam),
b. Gelisah,
c. Depresi
d. Susah pernafasan
e. Jantung terlihat berpacu dengan cepat
dan
f. Lemah,
g. Kejang-Kejang dan
h. Segera mengalami kematian.
i. Selama penyakit berlangsung, demamnya mencapai
41,50C.
j. Produksi
susu berkurang
k. Susu yang dihasilkan berwarna sangat
kuning atau kemerahan.
l. Terjadi
pembengkakan pada tenggorok dan lidah
m. Kematian bisa
mencapai 90% meski telah dilakukan pengobatan.
3. Kronis.
Sedangkan anthrax bentuk kronis umumnya
terdapat pada babi dan terdapat pada ternak lainnya. Dengan gejala yang
ditandai dengan adanya lepuh lokal terbatas pada lidah dan tenggorokan.
b. Gejala Klinis pada Manusia
Dapat dikategorikan ke dalam beberapa
bentuk, seperti :
1. Bentuk pustula
maligna
a. Penularan terjadi melalui kulit yang
mengalami lecet atau luka. Dengan Tanda-tanda : dalam waktu 2-3 hari timbul
bentol kemerahan, dikelilingi tanda erythema. Apabila cairan serous dipupuk
akan terlihat bacillus anthracis setelah 24 - 48 jam pemupukan.
b. Apabila tidak segera diobati maka akan menyebar
secara cepat melalui saluran lymphe ke peredaran darah.
2. Bentuk sepsis
ditandai dengan:
a. Demam
b. Suhu
tubuh meningkat sekitar 400C
c. Sakit
kepala
d. Rasa nyeri di daerah lumbar dan
epigastrium, mual tanpa muntah. Sering ada diarrhe campur darah.
e. Disertai
tymphani di daerah epigastrium.
f. Terjadi kematian mendadak. Beberapa
menit sebelum mati, cyanotis kuku dan seluruh tubuh jadi biru, sepuluh jam
setelah mati, darah belum beku dan berwarna hitam.
g. Pijat ujung
jari akan keluar darah. Bentuk ini bisa terjadi pada orang sepulang dari sawah,
orang tersebut tiba-tiba merasa sakit dan beberapa jam kemudian mati.
3. Bentuk gastro
enteritis
a. Penularan terjadi secara peroral,
b. Demam tidak begitu tinggi apabila
dibandingkan dengan bentuk sepsis
c. Tanda-tanda,
seperti rasa sakit di perut, menggigil, dalam waktu singkat bisa meninggal.
d. Bisa disertai
sesak nafas,
e. Daerah limfa dan hati terasa sangat
sakit dan meninggal dalam waktu 2-4 hari.
f. Pembengkakan di
daerah dada dan leher.
4. Bentuk pulmonair
a. Penularan
terjadi secara inhalasi,
Tanda -tanda : mula-mula mempunyai
tanda-tanda infeksi ringan pada alat pernapasan bagian atas.
b. Sekitar 3-5 hari kemudian
memperlihatkan gejala-gejala sesak nafas akut dan shock, kemudian meninggal.
c. Ada yang
memperlihatkan gejala meningitis dan hyperemia akut.
Ø
Pencegahan
1. Pengaturan yang ketat terhadap
pemasukan ternak ke daerah tersebut
2. Pada daerah
enzootic, dengan vaksinasi yang dilakukan setiap tahun. Dengan dosis untuk sapi
dan kerbau dosis 1 cc, pada kambing, domba, babi dan kuda dosis sebesar 0,5 cc.
secara injeksi subkutan.. Membuat preparat apus darah yang diambil dari telinga
pada ternak yang mati secara tiba-tiba
3. Jika ternak mati karena anthrax, maka
tidak boleh dibuka bangkainya, tetapi diambil salah satu daun telinga dan
masukkan ke dalam kantong plastik serta didinginkan jika mungkin, selanjutnya
di bawa ke laboratorium untuk didiagnosis.
4. Bangkai langsung dibakar atau dikubur
sedalam 2 meter dan ditutup kapur
5. Kulit dan bulu penderita dimusnahkan.
6. Yang dilakukan oleh manusia adalah
hindari kontak langsung (bersentuhan) dan makan daging atau jerohan serta
memakai/ menggunakan bahan-bahan yang berasal dari ternak yang terkena anthrax.
7. Mencuci sayur
dan buah-buahan secara bersih serta memasak bahan makanan yang berasal dari
ternak sampai matang sempurna.
Ø
Pengobatan
1. Menggunakan
kombinasi antara antiserum dan antibiotika. Antibiotika yang dipakai antara
lain Procain Penisilin G, Streptomisin atau kombinasi antara Penisilin dan
Streptomisin, injeksi secara intramuskuler
2. Pemusnahan
spora B. anthracis dapat dicapai dengan uap basah bersuhu 900C selama 45
menit, air mendidih atau uap basah bersuhu 1000C selama 10 menit, dan panas
kering pada suhu 1200C selama satu jam.
3.
Mastitis
(Radang Ambing)
Mastitis adalah istilah yang digunakan
untuk radang yang terjadi pada ambing, baik bersifat akut, subakut ataupun
kronis, dengan kenaikan sel di dalam air susu dan perubahan fisik maupun
susunan air susu, disertai atau tanpa adanya perubahan patologis pada kelenjar
(Subronto, 2003). Mastitis sering terjadi pada sapi perah dan disebabkan oleh
berbagai jenis bakteri, dimana kerugian kasus mastitis antara lain : kehilangan
produksi susu, kualitas dan kuantitas susu berkurang, banyak sapi yang
diculling. Penurunan produksi susu per kuartir bisa mencapai 30% atau 15% per
sapi per laktasi, sehingga menjadi permasalahan besar dalam industri sapi
perah.
a. Faktor Penyebab Mastitis
1. Resistensi atau kepekaan sehingga
terjadinya penurunan gen- gen untuk menentukan ukuran dan struktur puting
2. Terjadinya
hambatan akibat aksi fagositosis dari neutrofil pada ambing.
3. Adanya berbagai jenis bakteri telah
diketahui sebagai agen penyebab penyakit mastitis, diantaranya jenis Streptococcus
agalactiae, Str. Disgalactiae, Str. Uberis, Str.zooepedermicus, Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, Enterobacter aerogenees dan Pseudomonas aeroginosa. Serta
yeast dan fungi juga sering menginfeksi ambing,
4. Faktor ternak dan lingkungann.
5. Faktor umur dan
tingkat produksi susu.
Ø
Gejala
Klinis
Secara klinis radang ambing dapat
berlangsung secara :
1. Akut
a. Kebengkakan ambing.
b. Panas saat
diraba, rasa sakit.
c. Warna kemerahan dan terganggunya fungsi
Fisiologinya.
d. Air susu berubah sifat, menjadi pecah,
bercampur endapan atau jonjot fibrin
2.
Subakut
a. Radang bersifat subklinis apabila
gejala-gejala klinis radang tidak ditemukan saat pemeriksaan ambing.
b. Derajatnya lebih ringan,
c. Ternak masih mau makan
d. Suhu tubuh masih dalam batas normal.
3. Cronic.
Proses ini berlangsung infeksi dalam suatu
ambing berlangsung lama, dari suatu periode laktasi ke periode berikutnya.
biasanya berakhir dengan atropi kelenjar mammae.
Ø
Cara
penularan
Penularan mastitis dari seekor sapi ke
sapi lain dan dari quarter terinfeksi ke quarter normal bisa melalui tangan
pemerah, kain pembersih, mesin pemerah dan lalat.
Ø
Diagnosis
1. Pengamatan secara klinis adanya
peradangan ambing dan puting susu
2. Perubahan warna air susu yang
dihasilkan.
3. Pengujian lapang dapat dilakukan dengan
menggunakan California Mastitis Test (CMT), yaitu dengan suatu reagen
khusus,
4. Dengan Whiteside
Test.
Ø
Pencegahan
1. Meminimalisasi kondisi-kondisi yang
mendukung penyebaran infeksi dari satu sapi ke sapi lain dan
2. Meminimalisasi kondisi-kondisi yang
memudahkan kontaminasi bakteri dan penetrasi bakteri ke saluran puting.
3. Penggunaan lap yang berbeda disarankan
untuk setiap ekor sapi, dan pastikan lap tersebut telah dicuci dan
didesinfektan sebelum digunakan.
4. Pemberian nutrisi yang berkualitas,
sehingga meningkatkan resistensi ternak terhadap infeksi bakteri penyebab
mastitis.
5. Dengan
pemberian suplementasi vitamin E, A dan β-karoten serta imbangan antara Co
(Cobalt) dan Zn (Seng) perlu
diupayakan untuk
menekan kejadian mastitis.
Ø
Pengobatan
1. Pemberian
antibiotik menggunakan jenis Lincomycin, Erytromycin dan Chloramphenicol dan
golongan penicillin yang peka dengan dengan dosis yang dianjurkan
2. Disinfeksi puting dengan alkohol dan
infusi antibiotik secara intra mamaria.
3. Injeksi
kombinasi penicillin, dihydrostreptomycin, dexamethasone dan antihistamin
dianjurkan juga untuk menekan pertumbuhan bakteri penyebab mastitis.
4. Injeksi
dengan dedexamethasone dan antihistamin akan menurunkan peradangan.
5. Mastitis yang disebabkan oleh Streptococcus
sp masih bisa diatasi dengan penicillin, karena streptococcus sp masih peka
terhadap penicillin.
4.
Septicemia
Epizootica (Ngorok)
Penyakit SE adalah penyakit menular
terutama pada kerbau, sapi, babi dan kadang-kadang pada domba, kambing dan kuda
yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida tipe tertentu. Penyakit SE
menyebabkan kematian, napsu makan berkurang, penurunan berat badan serta
kehilangan tenaga kerja pembantu pertanian dan pengangkutan.
Di Indonesia, karena program vaksinasi SE
dilakukan secara rutin, maka kejadian penyakit SE di Indonesia saat ini hanya
bersifat sporadik. Namun wabah SE dalam jumlah cukup besar masih sering
ditemukan, misalnya di daerah-daerah Nusa Tenggara, seperti Sumba,Timor,
Sumbawa dan daerah-daerah lain. wabah SE biasa terjadi pada permulaan musim
hujan. penyebabnya karena tidak tervaksinnya ternak-ternak di daerah itu.
Ø
Penyebab
Penyebab penyakit SE adalah bakteri Pasteurella
multocida yang berbentuk cocobacillus yang mempunyai ukuran yang sangat
halus dan bersifat bipoler dan secara serologik dikenal beberapa tipe dan
penyebab SE di Indonesia, antara lain adalah Pasteurella multocida tipe
6B.
Ø
Cara
Penularan
1. Faktor-faktor
predisposisi , seperti : kelelahan, kedinginan, pengangkutan, anemia dan
sebagainya mempermudah timbulnya penyakit.
2. Trjadi serangan umumnya menyerang sapi
umur 6 – 24 bulan dan sering pada musim hujan yang dingin.
3. Karena belum divaksinasi SE.
4. Kondisi stress dalam pengangkutan,
5. shipping
fever.
Ø
Gejala
Klinis
1. Masa tunas SE adalah 1 – 2 hari.
2. Lesu, suhu tubuh naik dengan cepat
sampai 410C atau lebih.
3. Gemetar, mata sayu dan berair.
4. Selaput lendir mata hiperemik.
5. Napsu makan, memamah biak, gerak rumen
dan usus menurun sampai hilang, disertai konstipasi.
6. Gangguan
pencernaan berupa kolik, peristaltik usus naik, dengan tinja yang
konsistensinya agak cair dan kadang-kadang disertai titik-titik darah.
a. Pencegahan
1. Daerah-daerah tertular, ternak-ternak
sehat divaksin dengan vaksin oil adjuvant, sedikitnya setahun sekali dengan
dosis 3 ml secara intra muskuler.
2. Vaksinasi dilakukan pada saat tidak ada
kejadian penyakit.
3. Perlakuan
penyuntikan antiserum dengan dosis pencegahan, penyuntikan antibiotika,
penyuntikan kemoterapetika,
kombinasi penyuntikan antiserum dengan antibiotika atau kombinasi
antiserum dengan kemoterapetika. Dosis pencegahan antiserum untuk ternak besar
adalah 20 – 30 ml dan untuk ternak kecil adalah 10 – 20 ml.
4. Antiserum heterolog disuntikkan secara
subkutan (SC) dan antiserum homolog disuntikkan secara intravena (IV) atau SC.
5. Dua minggu
kemudian bila timbul penyakit dilakukan vaksinasi ulang.
Ø
Pengobatan
1. Perlakuan seroterapi dengan serum kebal
homolog dengan dosis 100 – 150 ml untuk ternak besar dan 50 – 100 untuk ternak
kecil.
2. Antiserum
homolog diberikan secara IV atau SC. Sedangkan antiserum heterolog diberikan
secara SC.
3. Penyuntikan dengan antiserum ini
memberikan kekebalan selama 2 sampai 3 minggu dan hanya baik bila dilakukan
pada stadium awal penyakit.
4. Sebaiknya pemberian seroterapi
dikombinasikan dengan pemberian antibiotika atau kemoterapetika
5. Pengobatan
dapat dicoba dengan preparat antibiotika, kemoterapetika atau gabungan kedua
preparat tersebut
6. Sulphadimidine
(suphamezathine) sebanyak 1 gram tiap 15 lb/bw.
5.
Pink
Eye (Penyakit Mata)
Pink Eye merupakan penyakit mata akut yang menular
pada sapi, domba maupun kambing, biasanya bersifat epizootik dan ditandai
dengan memerahnya conjunctiva dan kekeruhan mata. Penyakit ini tidak sampai
menimbulkan kematian, akan tetapi dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar
bagi peternak, karena akan menyebabkan kebutaan , penurunan berat badan dan
biaya pengobatan yang mahal.
Ø
Penyebab
(Etiologi)
Disebabkan oleh bakteri, virus, rikketsia
maupun chlamydia, namun yang paling sering ditemukan adalah akaibat bakteri Maraxella
bovis.
Ø
Penularan
1. Kontak antara ternak peka dengan ternak
penderita
2. Serangga yang bisa memindahkan
mikroorganisme
3. Iritasi debu
4. Sumber-sumber
lain yang dapat menyebabkan goresan atau luka mata.
Ø
Gejala
Klinis
1. Mata berair,
kemerahan pada bagian mata yang putih dan kelopaknya
2. Bengkak pada kelopak mata
3. Menjulingkan mata untuk menghindari
sinar matahari.
4. Selaput bening mata/kornea menjadi
keruh
5. Pembuluh darah tampak menyilanginya.
6. Terjadi
borok atau lubang pada selaput bening mata. Borok dapat pecah dan mengakibatkan
kebutaan.
7. Sembuh dalam waktu 1 – 4 minggu, tergantung
kepada penyebabnya dan keganasan penyakitnya.
Ø
Pencegahan
1. Memisahkan ternak yang sakit dari
ternak-ternak sehat
2. Melakukan
sanitasi pada lingkungan ternak tersebut
Ø
Pengobatan
1. Pemberian
suntikan antibiotik, seperti terramicin, ampicilin, tetracyclin atau tylosin
2. Penggunaan salep mata
3. Menempatkan ternak pada tempat yang
teduh
4. Menempelkan
kain di mata dapat mengurangi rasa sakit mata akibat silaunya matahari.
6. Helminthiasis (Cacingan)
Penyakit ini sering menyerang sapi muda
(pedet) dan biasanya terjadi pada musim hujan atau dalam kondisi lingkungan
yang basah atau lembab ini umumnya disebabkan oleh cara pemeliharaan yang
kurang diperhatikan sehingga infeksi yang parah dapat menyebabkan tingkat
kematian yang cukup tinggi. Cacing memang memerlukan kondisi lingkungan yang
basah, artinya cacing tersebut bisa tumbuh dan berkembang biak dengan baik bila
tempat hidupnya berada pada kondisi yang basah atau lembab.
Ø
Gejala
Klinis
1. Diare profus (terus-menerus)
2. Faeces lembek sampai encer, berlendir
dan disertai keluarnya segmen-segmen cacing dari lubang anus
3. Anoreksia
(nafsu makan berkurang)
4. Penurunan berat badan
5. Bulu kasar,
kusam, kaku dan berdiri.
Ø
Pencegahan
1. Pemberian ransum/makanan yang
berkualitas dan cukup jumlahnya
2. Menghindari kepadatan dalam kandang
3. Memisahkan antara ternak muda dan
dewasa
4. Memperhatikan konstruksi dan sanitasi
(kebersihan lingkungan)
5. Menghindari tempat -tempat yang becek
6. Menghindari pengembalaan yang terlalu
pagi
7. Melakukan
pemeriksaan kesehatan dan pengobatan secara teratur
Ø
Pengobatan
1. Pengobatan yang bisa diberikan berupa
kelompok benzilmidazole, antara lain albendazole dengan dosis 5 – 10 mg/kg
berat badan, mebendazole dengan dosis 13,5 mg/kg berat badan dan thiabendazole
dengan dosis 44 – 46 mg/kg berat badan.
2. Albendazole
dilarang dipakai pada 1/3 kebuntingan awal. Mebendazole dan thiabendazole aman
untuk ternak bunting, tetapi thiabendazole sering menyebabkan resistensi.
7. Penyakit Scabies

Ø
Ciri
dan gejalanya
1. Sapi sering menggigit bagian tubuhnya.
2. Terkadang menggosok-gosok badannya pada
kandang.
3. Bulu rontok dan nanah mulai muncul pada
baian tubuh.
4. Karena ini adalah penyakit kulit sapi, akan
timbul kerak berwarna abu-abu pada bagian tubuh sapi dan kulit terkesan kaku.
Ø Pencegahan
dan pengobatan
1.
Kandang diusahakan berjauhan dengan
rumah tinggal.
2.
Aliran udara dan sanitasi kandang harus
bagus.
3.
Usahakan kandang sapi kering dan selalu
bersih.
4.
Hewan yang terdiagnosa scabies harus
dipisahkan dan dikarantina.
5.
Pengobatan yang aman biasanya dengan
pemberian minyak kelapa dicampur dengan kapur barus kemudian gosokan pada kulit
yang terkena.
6.
Serbuk belerang, dicampur dengan kunyit
dan minyak kelapa yang sudah dipanaskan, gosokan pada kulit sapi. Bisa juga
digosok dengan air tembakau.
7.
Sapi yang mati setelah terkena scabies
tetap dapat dikonsumsi, hanya saja buang bagian yang terkena tungau. Sebaiknya
berkonsultasi dulu dengan dokter hewan.
8. Penyakit Ingusan pada Sapi dan Pengobatannya

Ciri
dan Gejala Ingusan pada sapi biasanya adalah :
- Timbul cairan pada bagian hidung dan mata ternak, lama kelamaan akan berubah dari encer menjadi lebih kental
- Ternak mulai terlihat meneteskan air liur
- Bagian moncong kering dan terkadang keluar nanah
- Ternak terdengar sulit bernafas dan gemetar
- Bagian mata terlihat keruh dan cenderung memutih
- Jika sudah parah kulit ternak seperti terkelupas
- Sapi berjalan sempoyongan dan lemah, jaringan tubuh rusak dan sapi terlihat kurus
- Jika dibiarkan maka sapi akan lumpuh total dan mati
Pencegahan
dan Pengobatan Penyakit Ingusan pada Sapi :
- Jangan sering menggembalakan sapi bersamaan dengan domba atau kambing
- Jauhkan kandang sapi dari kandang domba yang baru datang dan belum divaksinasi
- Kontrol kebersihan pakan yang akan dikonsumsi oleh sapi
- Jaga kebersihan dan sanitasi kandang
- Pisahkan dan karantina sapi yang terserang
- Usaha yang bisa kita lakukan adalah dengan pencegahan infeksi dengan antibiotik sehingga gejala tidak meluas
- Penyakit ini belum ada obat yang mampu menghilangkan secara keseluruhan, namun dapat hilang sendiri jika penanganan kita cepat dan sapi dipelihara dengan baik
- Usahakan penanganan secara langsung setelah terlihat gejala ringan, biasanya 4 hari setelah terserang sapi akan semakin memburuk
- Konsultasikan pada dokter hewan terkait pemakaian obat. Ingat, obati secara langsung setelah terlihat gejala ingusan, jangan terlambat.
- Ternak yang mati tetap dapat dipotong dan dikonsumsi, namun bagian yang terinfeksi harus dibuang
9. Penyakit Demam pada Sapi dan Pengobatannya
Demam
ini umum disebut demam 3 hari. Istilah kedokterannya adalah Bovine
Ephemeral Fever (BEF). Penyebab demam BEF ini adalah gigitan lalat Cullicoides
sp dan nyamuk Culex Sp. Penyakit ini tergolong mudah diatasi dan
tidak menular terutama bagi manusia.
Ciri
dan Gejala Demam pada Sapi (BEF) adalah :
- Sapi terlihat lemah dan lesu
- Sapi demam tinggi dan terkesan pincang
- Susah bergerak dan berdiri
- Sesak dan gemetaran
- Timbul cairan pada bagian hidung dan mata ternak
- Nafsu makan menurun
- Jika menjadi penyakit sapi perah, produksi susu akan menurun
Pencegahan
dan Pengobatan demam pada sapi :
- Lingkungan yang bersih
- Penggunaan insektisida pada kandang
- Berikan obat penurun panas dan usahakan sapi banyak minum air
- Obat tradisional bagi BEF adalah pemberian gula merah dan garam dapur dan diminumkan pada sapi.
- Tetap konsultasi pada dokter hewan untuk lebih baiknya.
- Daging boleh dipotong dan dikonsumsi
10. Penyakit Sapi Mubeng dan Pengobatannya
Penyakit
sapi mubeng juga sering sekali menyerang sapi. Nama lain dari penyakit ini
adalah penyakit surra. Cara kerja penyakit ini adalah dengan
berkembangnya parasit dalam darah dan menurunkan kadar glukosa-nya. Sehingga
kondisi tubuh sapi menjadi menurun, kurang nafsu makan, stress dan mudah letih.
Penularanan parasit ini disebabkan oleh gigitan lalat haematophagus dan lyperosia
dan aneka jenis kutu. Penyakit surra sering menyerang sapi pada musim hujan
dimana kondisi kekebalan sapi sering turun dan melemah . Beberapa kasus bahkan
dapat menewaskan ternak, terutama kerbau.
Ciri
dan Gejala Sapi Mubeng adalah :
- Gerakan sapi menjadi tidak aturan (sempoyongan, jalan berputar putar/mubeng) jika sudah parah sering kejang - kejang
- Selput lendir menguning
- Tidak nafsu makan dan bulu rontok
- Demam dan cepat lelah
Pencegahan
dan pengobatan Penyakit Sapi Mubeng :
- Penyemprotan insektisida di kandang ternak (biasanya sejenis asuntol) untuk mencegah datangnya serangga penghisap darah.
- Hindarkan kandang sapi dari tempat yang rawan menjadi sarang serangga (parit dan tempat lembab)
- Sisa - sisa pakan ternak jangan sampai membusuk di kandang
- Bila sapi luka, jangan sampai dibiarkan infeksi dan menjadi makanan bagi lalat
- Karantina sapi yang sakit dan berikan obat berupa atocyl maupun artosol, namun dalam penggunaannya hendaknya melalui konsultasi dengan dokter hewan setempat
11. Penyakit Sapi Kembung dan Pengobatannya

Ciri
dan Gejala Sapi Kembung / Bloat :
- Perut bagian kiri membesar karena gas tidak dapat keluar
- Pernafasan terganggu karena organ pernafasan ditekan oleh membesarnya rumen
- Gerakan kurang lincah dan sering terjatuh
- Dalam kondisi parah, hewan bisa lumpuh dan mati
Pencegahan dan Pengobatan Kembung Pada
Sapi :
- Jangan biasa memberikan pakan rumput yang masih basah, terutama di pagi hari
- Kurangi prosentase pemberian leguminose hijauan
- Jerami kering berikan di pagi hari sebelum memakan hijauan jenis lain
- Usahakan ternak banyak bergerak sehingga mengurangi gas pada lambung
- Cara pengobatan yang biasa diberikan adalah anti bloat yang mengandung dimethicone dan minyak nabati yang berasal dari kacang tanah. Minyak nabati bisa disuntikkan pada sapi yang terkena bloat
- Konsultasikan pada dokter hewan untuk penggunaan obat yang tepat
12. Penyakit Kuku Busuk Pada Sapi dan Pengobatannya
Seperti
namanya, penyakit kutu busuk berkembang di bagian kuku sapi. Sering disebut
sebagai penyakit Foot Rot (Pembusukan kaki/kuku). Kuman fusiformis
masuk ke dalam celah kuku sapi dan berkembang disana, bahkan daya tahan kuman
tersebut semakin lama jika berada di dalam kuku sapi. Penyebab masuknya kuman
ini adalah dimana kuku sapi terluka akibat hantaman benda keras di tempat yang
kotor dan akhirnya kuman masuk dan berkembang pesat. Jika dibiarkan, kuman ini
akan berkembang menjadi penyakit yang melumpuhkan sel - sel di telapak kaki
sapi hingga sapi tidak dapat berjalan.
Ciri dan Gejala Kuku Busuk pada Sapi
:
- Celah kuku dan tumit terlihat membengkak
- Keluar cairan kuning dan berbau busuk pada bagian kuku
- Mengelupasnya selaput pada bagian kuku diakibatkan matinya jaringan sel pada bagian tersebut
- Sapi terlihat pincang saat bergerak dan kesakitan
Pencegahan
dan Pengobatan Kuku Busuk pada Sapi :
- Jaga kebersihan kandang sehingga bakteri dan kuman sulit berkembang disana
- Sering periksa kebersihan kuku sapi
- Jika sudah terserang, segera rendam kaki yang terserang dengan larutan formalin sebanyak 10%
- Untuk pengobatan dengan suntik, usahakan kaki sapi tetap kering dan disuntikkan larutan sulfat beserta antibiotik sesuai saran dokter hewan
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada beberapa
penyakit infeksi yang menyerang ternak diantaranya Brucella, Anthrax, Mastitis,
Helminthiasis, Pink Eye dan Septicemia Epizootica (SE)
2. Upaya
pengendalian dan penanganan penyakit ini sebenarnya sangat sederhana dan dapat
dilakukan oleh semua kalangan peternak. Namun diperlukan sebuah komitmen dan
kesadaran yang tinggi dari seluruh peternak bahwa upaya pengendalian dan
penanganan kasus pada ternak sapi dan berkelanjuta, sehingga modal utama bisa
dimiliki oleh semua peternak.
3. Penyakit
tersebut diatas telah menjadi penyakit ekonomi yang menimbulkan kerugian cukup
besar. kasusnya yang terus berulang diperlukan pengendalian dan penanganan
dengan memutus siklus hidup dari penyakit tersebut yang sifatnya
berkelanjutan dengan ditunjang oleh
komitmen dan kesadaran yang tinggi dari seluruh peternak.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad R. Z. 2009. Beberapa penyakit Parasitik dan Mikotik Pada Sapi
Perah yang Harus di Waspadai. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah
Menuju Perdagangan Bebas 2020
Anonimus 2001. Manual penyakit hewan mamalia . Direktorat Kesehatan
Hewan. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Anonimus. 1994. Obat Tradisional Ternak Sapi. Lembar Informasi BIP
Irian Jaya No. 139/94. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya.
Anonimous, 2013. Pengendalian Penyakit Pada Domba dan Sapi. Jurnal
primatani. Litbang. Deptan. Jakarta.
Asmaki, A. P., H. Masturi, dan T. D.
Asmaki. 2008. Agribisnis Ternak Sapi. CV. Pustaka Grafika, Bandung.
Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono)
Djarijah and Siregar A. 1996. Usaha Ternak Sapi. Yogyakarta,
Kanisius.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Santosa, U. 2008. Mengelola Peternakan Sapi Secara Profesional.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, S.B. 2008. Penggemukan Sapi. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudardjat, S., 1990. Epidemiologi Veteriner. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian, Jakarta.
Sudarnomo, A. S. dan Y. B. Sugeng. 2009. Sapi Potong. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Subronto and Tjahajati. 2001. Ilmu
Penyakit Ternak 2 . Gadjah Mada University Press .
Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2008. Cara
Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar